Mohon tunggu...
Amin Maulani
Amin Maulani Mohon Tunggu... Stor Manager -

newbie aminmaula.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Fenomena "Mastah Vs Newbie"

27 Januari 2018   09:31 Diperbarui: 27 Januari 2018   09:58 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://2.bp.blogspot.com/-

Fenomena Mastah Penghisap Darah Newbie

Teknologi terus berkembang, informasi pengetahuan bagaikan jajanan murah, semua bisa diakses, sekali klik, deal.

Inilah era baru, peradaban yang suatu saat nanti akan dikenang sebagai masa dimana gadget sebagai kaki ketiga manusia, atau lebih tepatnya, gadget adalah kaki tangan manusia. Hal ini kemudian menimbulkan sistem bisnis baru, dimana setiap individu secara instan memiliki produk-produk unggulan versi mereka, lalu mengobralnya ke sosial media.

Di satu sisi, teknologi menguasai dunia, akses dipermudah, dan aksi tiada batas. Namun seiring perkembangan yang semakin maju, sedang model bisnis berubah, tantangan semakin mencekik, memaksa semua orang harus bertumbuh, ibarat hutan belantara, segerombolan singa akan memangsa kelinci hingga tak tersisa.

Mari kita alihkan sejanak pandangan kita pada kehidupan di facebook, rata-rata mereka menjual barang. Facebook is bussines. Bussines is Social media.

Jika saya bertanya kepada anda yang saat ini melakoni jualan di facebook, apa yang anda rasakan? Apakah anda masih merasakan darah newbie pada diri anda?

Nah! Malam ini saya ingin membahasnya tentang fenomena yang sudah lama terjadi. Mastah Penghisap Darah Newbie.

Mastah-mastah ini adalah mereka yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis online bertahun-tahun, mereka bisa menjadi mastah seperti saat ini karena sudah survive sekian lama. Beda dengan kebanyakan orang yang hanya ikut-ikutan, pada akhirnya kegagalan para newbie inilah yang menjadi sebuah pasar baru bagi para mastah.

Memang,  banyak orang berjualan di facebook tanpa teknik. Atau, ada juga yang punya modal usaha, bingung mau usaha apa. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pasar baru, orang tidak lagi membidik konsumen untuk membeli produk mereka, melainkan menjadikannya para murid yang selalu setia pada mastah.

Kebalikan dari para newbie yang masih dalam keadaan gelap gulita, para mastah ini, yang secara notabene paham akan pasar, memiliki tool yang sanggup menjangkau pasar, memiliki data, tentu dengan mudah menjual produk  sesuai target. 

Apa yang kemudian terjadi?

Sudah bisa ditebak, setiap hari di akun facebook, banyak sekali wajah-wajah baru, malang melintang berpromosi, menampakkan brand mereka,  rata-rata semua menawarkan jasa training secara online, yang meski tidak seberapa mahal, namun banyak newbie yang (karena dalam keadaan gelap) rela meminangnya sebagai suhu.

Ini menarik sekali menurut saya.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa pula yang dimanfaatkan para mastah dari kondisi ini? Dan siapa yang akan menjadi korban keganasan para mastah?

Tiga pertanyaan diatas tentu erat sekali kaitannya dengan fenomena yang sudah saya sebutkan diatas. Dan jika anda sudah memiliki kesimpulan sendiri, pertanyaan yag lebih pas bagi anda saat ini adalah, bagaimana seharusnya saya saat ini?

Rileks saja bacanya. Sruput kopi hitam dulu.

Ketertarikan saya sebenarnya bukan pada perkembangan teknologi yang menyebabkan meledaknya informasi dan jarinngan, hingga memunculkan perilaku bisnis baru. Sebab hal ini sudah sewajarnya terjadi.

Saya lebih tertarik dengan menigkatnya pertumbuhan para newbie, sedangkan kita tahu, pemilik pasar di suatu negara hanya itu-itu saja.

Ada beberapa hal yang menyebabkan fenomena mastah versus newbie ini tak berhenti tiada akhir, 

seperti judul lagu saja, deritanya tiada akhir.

Orang Malas Gerak

Sebenarnya, semua orang sudah tahu, kunci menjadi mastah hanya satu. Just do It. Itu saja. Tiada hal 

yang lebih ampuh mengantarkan para newbie pada puncak kejayaan tertinggi selain metode ini. 

Namun faktanya, siapa yang berani terbantai dan tertatih guna menggapainya?

Tidak bisa dihinndari, puncak dari kemenangan harus dilewati melalui jalur proses, bukan instan. Jadi, wajar sekali banyak orang yang hanya mampu memuji-muji kesuksesan orang lain. Para newbie terlalu takut berada pada puncak kejayaan.

Saya sendiri sering melihat postingan di group peluang bisnis Indonesia, kebanyakan mereka mencari solusi yang mudah, namun berharap mendapatkan income yang banyak. Coba anda bayangkan, bisakah ini terjadi?

Salah satu ungkapan yang sering di post berujar begini, " Punya modal 100 ribu, pengen usaha sampingan. Yang punya produk, ayo tawarkan!" " Pengen usaha reseller tapi gak punya modal, ada gak di sini yang bisa bantu?" Begitu seterusnya.

Halo... masih pengen?

Di sisi lain, mereka yang memiliki produk-produk, entah  itu impor, produk sendiri, atau model MLM berlomba-lomba memikat si pemosting. Jika saya telaah, jumlah penawaran pada kolom komentar sungguh tak berimbang, 1 posting bisa mendapatkan tawaran lebih dari 300 jenis usaha sampingan. 

Luar biasa sekali.

Inilah siklus. Sebab-akibat dari membeludaknya informasi. Menciptakan para newbie yang lama-kelamaan stuck dengan keadaan ini. Muncullaah mastah sebagai pahlawan. Sudah bisa diprediksi, yang kaya akan semakin kaya, sedang mereka yang miskin pengalaman, akan terjerembab pada jurang kegelapan.

Sruput... lagi kopi Anda.

Teman-teman, saya ingat guru saya pernah berpesan; rahasia sukses terletak pada Adab-Ahlak. Sebuah rahasia bisnis yang luar biasa, namun jarang sekali kita tersentuh pada nilai-nilai kerohaniahan. Bisnis is Amal. Bisnis adalah amal. Jadi, orienntasi bisnis jauh dari keinginan memperkaya diri sendiri, melainkan niatan tulus membantu sesama. Luar biasa sekali bukan?

Bagaimana konsep bisnis is amal? Tentu menawarkan barang yang memang sedang diperlukan konsumen. Kita menjual sambil mengedukasi.

Tidak ada jalan mudah menuju Roma. Hal ini saya rasakan betul-betul. Biasanya kita cenderung menghitung laba penjualan, dan bersemangat memulai bisnis baru, sedang proses market hanya di dapat dari penjelasan sekilas.

Misalnya, ahli google SEO berpendapat, promosi itu gampang, cukup menyebar postingan di sosial media. Memanfaatkan sosial media. Faktanya begitu. Tapi tidak begitu juga.

Bisnis adalah amal. Produk laku bukan Tujuan. Esensi dari konsep ini tentu memilih produk yang baik supaya orang puas bukan?

Semua tergantung pada para newbie, jika para newbie tidak mau melalui proses dan ikut bertempur di tengah-tengah para mastah, maka siklus ini akan terus terjadi tanpa adanya kontribusi yang berorientasi pada tolong menolong, yang akhirnya kita semua bisa memaknai bisnis itu benar-benar merupakan ladang amal.

Tulisan ini juga diterbitkan di personal blog penulis. Silahkan kunjungi profil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun