Mohon tunggu...
Amin Maulani
Amin Maulani Mohon Tunggu... Stor Manager -

newbie aminmaula.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ajaran Nenek Moyang

30 Juli 2017   06:38 Diperbarui: 30 Juli 2017   09:23 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/en/padlock-door-lock-key-hole-macro-172770/

Orang tua itu meludah lagi, menegakkan punggung. Menanggapi.

"Ku kira sama. Kita sama-sama resah, sementara kita juga sama-sama ingin meramaikan desa. Kau tengok saja surau sekarang tak ada yang mau mengaji sehabis magrib. Jangankan kegiatan tiba'an setiap malam jumat, maulud nabi pun tak ada acara, selain kenduri biasa. Biasa sekali. Tak ingat kah, Ar? Tujuh tahun lalu sebelum kau pergi. Masjid masih ramai. Malam jumat selalu ada kegiatan albarzanji, khitobah, maupun rebana. Tujuh tahun bukan waktu yang lama, bahkan kau saja belum tumbuh jenggot, Ar."

Aku masih diam dalam duduk hikmatku mendengar tanggapan Wak Rudi. Dalam hatiku membenarkan apa yang dikatakannya. Sesekali  melirik orang tua yang hanya mengenakan sarung dan kaos singlet itu, galur-galur tulang menampak jelas di dadanya yang hitam legam akibat setiap hari terkena sinar matahari. Dadanya kering, mungkin akibat racun asap yang setiap hari tak hentinya dia konsumsi.

"Ya begtu tadi, Wak. Menurutku sebagai anak muda, tak menghawatirkan budaya masyarakat hilang. Beda, antara kultur dan maslakhah. Albarzanji hilang tak apa, yang penting masyarakat tak saling mengatai di belakang yang lain. Apalagi menjadi geng-geng. Tapi dari pada hanya hura-hura, kegiatan Al-barzanji tentu menjadi alternative supaya tidak larut-larut dalam dunia huru-hara."

"Jadi bagaimana ceritanya tentang program pemberdayaan bagi orang-orang kampung itu? Kata Emakmu kau di sini masih lama."

"Nah, itu yang kumaksut sebagai solusi." Kataku mantap pada Wak Rudi.

Lalu dengan semangat aku menjelaskan tentang apa itu kreatifitas, kemandirian, visi-misi, dan lain-lain yang tentunya semua yang kujelaskan tak melebar dari apa yang kudapatkan dari pondok. Wak Rudi manggut-manggut takzim, bagaikan seorang bocah yang sedang  belajar tajwid pada ustad yang begitu disukainya.

Lama aku menjelaskan pada Wak Rudi, hingga pagi.

30 Juli 2017

Ditulis untuk memenuhi program kemandirian "one day one article".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun