Mohon tunggu...
Amin Maulani
Amin Maulani Mohon Tunggu... Stor Manager -

newbie aminmaula.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nenek Sri Masih Jualan Kerupuk

11 Juni 2017   15:16 Diperbarui: 11 Juni 2017   15:32 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://pixabay.com

"Nanti bulan tiga kita semua ke PLN nek, minta di turunin tagihan listriknya". Ujar lelaki tinggi kurus itu, tangannya menunjuk-nunjuk tulisan undangan pada selembar kertas itu.

"Biyuh-biyuh, nenekmu juga kamu ajak demo begituan to Mam?"

"Harus ikut nek, biar rame-rame nanti kita kesana. Bareng-bareng warga yang lain." Pungkas pak RT.

Tubuh RT Imam segera melesat, hilang tertutup pepohonan dan rumah-rumah warga desa, hanya suara Yamaha TuJi-nya yang masih meraung-raung terdengar di telinga nenek Sri, perempuan itu masih mencoba menerawang kembali selembar kertas dari pak Imam. Ia semakin tidak mengerti, demo, listrik naik. Yang ia tahu hanyalah kerupuknya harus dibuat lebih banyak.

SENJA kembali hadir bertamu di rumah nenek Sri, cahaya kekuningan berpendar menghiasi halaman rumah perempuan tua itu, menambah kemuraman dan sendu. Daun-daun berguguran di halaman, berserakan bersama sisa-sisa alas penjemuran kerupuk, sebentar lagi malam datang.

Malam itu, kulihat nenek Sri duduk-duduk di ruang tengah rumahnya. Di mejanya ada sepiring nasi, kerupuk, dan segelas teh. Dengan lahap kulihat ia makan, menghabiskan sisa  kerupuk gorengnya di piring. Menyeduh tehnya. Nenek Sri hanya duduk-duduk termenung sendiri, ia juga tak menyalakan televise untuk sekedar mengusir sepi. Entah, hanya yang kulihat, tangannya menggenggam tasbih kecil, telunjuknya bermain memutarkan tasbih satu-satu. Hingga menjelang larut, ia masuk ke ruangan biliknya. Saat  itulah, aku sudah tak melihat gurat dahinya yang berkerut, tak bisa melihat tatapan matanya yang penuh asa, tangannya yang tipis bergelambir kerutan. Terakhir aku melihat nenek Sri dengan penuh hati-hati mencari tombol, menekan sakelar di ruang biliknya, penerang terakhir malam itu.

Gelap. Tak ada lagi cahaya redup di seluruh rumah itu. Aku pun termangu diam melihat rumah nenek Sri, bak bangunan kosong tak berpenghuni. Aku mendesah lirih. Kecewa. Aku berharap mempunyai kisah bahagia di akhir cerita nenek Sri yang suatu saat kuceritakan kepada anak-anakku. Gelapnya rumah tua itu, membuatku tak mampu melihat kebahagiaan nenek Sri lagi. Dengan mencobaa berbesar hati, ku berbalik membelakangi rumah itu, melangkah sejauh-jauhnya meninggalkan kenangan-kenangan tentang si penjual kerupuk. Rumah tua yang tak ada penerangana lagi.

Entahlah, semoga Tuhan memberinya penerangan abadi suatu masa nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun