Setelah tikungan yang cukup tajam itu terdapat sebuah rumah makan yang juga menyediakan pemandian air panas. Mereka turun disana, Bangau dan Jerapah makan, sedangkan Berang-berang hanya membungkuk di samping truk melanjutkan muntahnya yang sangat menyiksa.
“Kasian sekali dia. Andai saja kita berangkat sendiri-sendiri pasti dia akan lebih sengsara lagi.” Ucap Jerapah berkomentar.
“Iya benar juga, pantas saja dia ngotot untuk berangkat bersama.”
“Bangau,” Panggil Jerapah pelan. “Apa dia bisa bertahan hingga kampung halaman, kita kan baru mencapai seperempat dari perjalanan kita, melihat dia sangat tersiksa seperti itu kasian juga ya.”
“Entahlah. Kita tak bisa berbuat banyak. Kita tidak mungkin kembali hanya karena dia seperti itu. Mungkin kita memang harus beristirahat sejenak disini hingga dia agak baikan.”
Selesai makan Bangau dan Jerapah menghampiri Berang-berang yang duduk di samping truk. Dia terlihat sangat pucar dari sebelumnya dan sangat lemah.
“Kau harus makan sesuatu,” ucap Bangau.
Berang-berang tak bisa berucap apa pun, dia hanya menggelengkan kepala lesu.
“Jika kau terus begini bagaimana caranya kita bisa cepat sampai,” Bangau sedikit kesal.
“Iya, Berang-berang perjalanan kita masih sangat jauh.”
Berang-berang memegang kepalanya yang sangat pusing.