Mohon tunggu...
Nur Lodzi Hady
Nur Lodzi Hady Mohon Tunggu... Seniman - Warga negara biasa

Seorang pembelajar yang mencintai puisi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita Kecoak di Rumahku

19 November 2015   11:50 Diperbarui: 26 November 2015   07:57 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menggeser posisi dudukku agak kebelakang untuk menghindari mereka memperhatikanku. Sambil merokok aku berpura2 melihat ke arah lain. Usahaku berhasil. Kedua anak kecoak itu perlahan bergerak keluar dari celah. Dan setelah yakin aku tak memperhatikannya, samar2 kulihat mereka berjalan pelan ke arah pintu. Aku tetap berpura2 tidak melihat.

"Ada enggak kak?", lamat2 kudengar suara lirih salah satu dari mereka bertanya dengan setengah berbisik.

"Nggak ada disini", jawab yang satunya lagi dari arah luar.

Oh, ternyata kedua kecoak kecil itu bersaudara. Itu yang tiba2 terlintas di pikiranku. Kecoak kecil yang dipanggil dengan sebutan "kak" itu mungkin adalah yang lebih tua atau dituakan. Aku nggak tahu sistem kekeluargaan dalam dunia kecoak, maka aku hanya mengira2 saja.

Perlahan sekali aku menggeser tubuhku ke arah dekat pintu untuk mengintip apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan. Aku bersyukur mereka tak sampai memperhatikanku. Mungkin karena terlalu konsen dengan apa yang sedang mereka cari. Tapi apa?

"Hikk..", suara isakan itu terdengar lagi. Aku berusaha untuk tak bergerak di balik tembok dekat pintu itu.

"Ayah", suara itu terdengar makin sarat, nyaris berbalut dengan rasa keputusasaan.

Sementara aku masih belum mengerti apa yang terjadi, aku melihat kecoak yang  dipanggil dengan sebutan kakak itu mendekati kecoak yang satunya. Dugaanku kecoak kedua itu adalah sang adik. Mungkin. Atau mungkin juga sepupu, aku tak tahu pasti.

Sejurus sang kakak kecoak itu tampak seperti sedang memeluk si adik dengan penuh kasih sayang dan membisikkan sesuatu. Aku mengerahkan seluruh kekuatan pendengaranku untuk mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan.

"Mungkin jasad ayah sudah dibuang oleh manusia itu ke suatu tempat", bisik sang kakak.

"Ayah?", batinku kaget. Jadi kecoak yang tadi berkelahi denganku itu adalah ayah mereka? Dan diam2 tadi keduanya memergoki kami sedang berkelahi sampai akhirnya si ayah kecoak itu tersambar pukulan sapuku dan terkapar di lantai dan lalu istriku membuang jasadnya entah dimana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun