Mohon tunggu...
Nur Lodzi Hady
Nur Lodzi Hady Mohon Tunggu... Seniman - Warga negara biasa

Seorang pembelajar yang mencintai puisi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita Kecoak di Rumahku

19 November 2015   11:50 Diperbarui: 26 November 2015   07:57 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa sih?" Katanya ringan sembari mendorong tubuh kecoak itu kedalam cikrak. Sebentar kemudian ia melangkah keluar pintu. Saat itulah tiba2 darahku tersirap,

"Ayaah.."

Suara itu terdengar tak begitu jauh meski volumenya kecil. Suara sebuah isakan dan panggilan ayah itu terdengar sedemikian serak dan memelas. Itu terdengar seperti suara anak-anak. Tapi dimana? Anak siapa malam2 begini memanggil2 ayahnya di rumah kontrakanku? Atau mungkin hantu? Itu lebih tak mungkin lagi. Jawaban2 itu belum kutemukan ketika tiba2 mataku membentur sudut buffet, dua ekor kecoak kecil sedang menatap ke arah pintu dengan tatapan kesedihan disertai ketakutan yang dalam.

"Ayaaah.."

Astaga, itu benar suara mereka, kecoak2 kecil itu yang bicara. Dahiku berkerut, kupusatkan seluruh pandangan dan pendengaranku ke sudut itu.

"Sayang..", setengah berbisik aku lalu memanggil istriku.  "Iya..", jawabnya ringan. Sebentar kemudian ia muncul dari balik pintu dengan sapu dan cikrak yang sudah kosong. Aku masih takjub dengan apa yang kulihat. Tanganku hanya bisa menunjuk ke arah kedua makhluk kecil itu..

"Kecoak lagi..?! Istriku malah terperanjat dan melompat alang kepalang.
"Ssstt... jangan berisik", buru2 kutempelkan jari telunjuk di bibir untuk memberi tanda agar dia tidak membuat kegaduhan. Sejenak suasana pun sepi.

"Apa?", tanya istriku tak mengerti.
"Lihat..", kataku menimpali sembari menunjuk ke arah kedua anak kecoak tersebut.
"Hiii.. enggak ahh.. geli!",
"Dengar, kedua anak kecoak itu bicara", ucapku mencoba meyakinkan. Tapi dia justru menoleh dan memandangku dengan heran.
"Sayang?", panggilnya pelan, sementara perhatianku sepenuhnya ke sudut buffet itu.
"Apa?", sahutku agak acuh.
"Kamu baik2 saja kan?", ledeknya sambil tertawa. Ditepisnya tanganku yang berusaha menahannya untuk tak bergerak. Tapi usahaku itu gagal. Istriku ngeloyor begitu saja sambil tergidik2 menghindari area dekat buffet.

"Cepetan diusir aja, tapi ngga usah dibunuh", teriaknya sambil berjingkat2 menjauh.

"Iya", aku menyahut sekenanya.

Sementara istriku kembali ke dapur, kedua anak kecoak itu berusaha menyembunyikan tubuh mereka. Meski demikian aku masih bisa melihat mereka seperti berdesakan di sebuah celah kecil. Sejurus mereka seperti sedang memeriksa keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun