Mohon tunggu...
Nur Lodzi Hady
Nur Lodzi Hady Mohon Tunggu... Seniman - Warga negara biasa

Seorang pembelajar yang mencintai puisi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita Kecoak di Rumahku

19 November 2015   11:50 Diperbarui: 26 November 2015   07:57 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak mau kalah cepat. Dengan cekatan aku memutar tubuh dalam posisi agak rendah dan secepat kilat pula kudaratkan ujung sapu tepat di tubuh kecoak tersebut disertai sorak sorai istriku dari balik jendela. Sebuah gerakan memotong di udara yang cukup efektif kuperagakan. Dan seperti kuduga, berdampak sangat fatal. Tubuh kecoak itu terbanting keras di tembok sebelum kemudian terhempas ke lantai. Suasana tiba2 hening. Sorak sorai istriku tiba2 berhenti.

"Mati?", bisik istriku bertanya.
"Mungkin..", jawabku singkat.
"Kasihan ya", katanya lagi sambil membuka pintu kamar.
"Iya, tapi mungkin dia hanya pingsan", timpalku sembari mulai menggerakkan gagang sapu yang masih kupegang.

Istriku melihatku sedang menggiring jasad kecoak itu keluar rumah. Tubuh kecilnya terguling2, kadang terpental2 di lantai. Tiba2 raut mukanya berubah dan air matanya kulihat meleleh. Aku pun menahan tubuh kecoak itu di depan pintu, nggak jadi kulempar keluar rumah.

"Kasihan ..", ujar istriku dengan nada lemah. Aku pun lantas meletakkan sapu di tanganku dan sepintas menatap ke arah tubuh kecoak yang terkapar dengan posisi punggung di bawah itu.

Tiba2 aku seperti melihat tubuh serangga itu begitu ringkih tanpa daya, dipenuhi keringat dan lebam di sana sini. "Hikk.."

Aku menoleh kearah istriku. "Kamu menangis?", tanyaku.
"Sudah enggak. Ya sudahlah. Disingkirkan saja di luar. Ayo temani memasak", jawabnya sambil ngeloyor pergi.

"Sayang... bener kamu ga senggukan barusan?", tanyaku tak yakin.
"Enggaak", jawabnya dari dalam dapur.

Aku jadi heran. Barusan sangat nyata aku dengar ada suara senggukan seperti seseorang sedang menangis. Tentu saja tak terpikir kalau itu berasal dari si kecoak.

"Hikks..", suara senggukan itu terdengar lagi.

Saat itu istriku mendekat sembari membawa sebuah cikrak dan lalu mengambil sapu yang tadi kugunakan untuk memukul kecoak itu. Aku pun lantas tertawa, mengira dia sedang mencandaiku.

"Ouw.. ancene..", cubitan genitku mendarat lembut di lengannya. Ia tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun