[caption caption="kecoa"][/caption]Aku sedang asyik menonton siaran berita di televisi yg secara beruntun menayangkan peristiwa serangan Paris. Sementara istriku sedang menyiapkan menu santap malam tanpa mau ada intervensi. Padahal biasanya aku mendapat kehormatan untuk bikin sambal atau ikut terlibat dalam mengiris bawang atau mencuci sayuran.
Berbagai komentar di televisi itu ada yang membuatku merasa nyinyir dan sesak. Dan meski tahu tidak akan ada pengaruhnya, tak jarang aku lantas mengomel menanggapi pendapat2 yg berseliweran tersebut. Tentu saja siaran tivi itu terus berlangsung tanpa mempedulikan semua omelanku.
"Aaah..!" Tiba2 terdengar jeritan istriku dari arah dapur yang berjarak tak jauh dari kamar. Aku segera melompat dan berlari menuju sumber suara. Tanganku dengan sigap menyambar gagang sapu di sudut ruangan sebelum akhirnya kudapati istriku berdiri di pojok dekat kulkas sambil memicingkan mata dan menunjuk ke sebuah titik sembari menggerundel tak jelas.
"Mundur..", kataku pendek setengah berbisik. Istriku mengikuti arahanku dan segera menarik diri ke belakang. Aku sendiri perlahan maju dengan sapu terhunus di tangan. Tapi aku tidak melihat apa-apa.
"Sanaa..! Itu.. di balik kotak deterjen!", istriku menuding2 lagi. Aku pun menggeser tubuhku mendekati tempat cucian. Tiba2 sebuah objek coklat gelap melesat ke atas dan lalu terbang. Kudengar suara istriku seolah meledak, "kecoaaakk!!". Suara itu dalam sekejap menjauh, dan benar saja saat kutengok kebelakang ia sudah menghilang, masuk ke dalam kamar. Ya istriku memang memiliki pobhia kecoak yang cukup serius.
Kini tinggal aku dan si kecoak saja di ruangan dapur itu. Perlahan kugeser tubuhku ke samping. Kecoak itu kulihat bertenggar di sudut atas almari perabot. Matanya tak lepas membuntuti setiap gerakku. Kuangkat gagang sapu dan kuarahkan ke tempat lain dengan maksud mengalihkan perhatiannya. Tapi sia2. Dia mencium gelagatku dan segera mengantisipasinya. Dia bergeser dan menyembunyikan sebagian tubuhnya di sela2 lemari. "Kurangajar!", batinku mulai geram. Aku hanya bisa melihat ujung kepala dan sungut yang sesekali tampak digoyang2kan, entah apa maksudnya.
"Keluar kau pengecut!" Teriakku menantang. Kecoak itu tak bergeming. Akupun mulai mendekat dan hendak mengayunkan sapu ke arahnya. Tapi tampaknya dia jeli membaca gerakanku. Dengan cepat dia melompat sebelum ujung sapu penebah ditanganku mengenai tubuhnya. Dia terbang rendah dengan gerakan tidak linier yang cukup menyulitkan. Meski kami sudah dalam posisi vis a vis di tempat terbuka, namun beberapa kali seranganku zonk dan tak mengenai sasaran.
Sejenak suasana hening. Aku tak melihat lagi kecoak itu terbang, sedang aku juga tak sempat menyadari posisi yang diambilnya pasca seranganku yang terakhir. Aku menengok ke beberapa sudut untuk memastikan keberadaannya. Namun tiba2 kudengar suara istriku berbisik dari arah jendela. Tampaknya diam2 dia menyaksikan pertarungan kami,
"Sebelah kanan..", bisik istriku.
"Apa?", tanyaku ikut berbisik juga.
"Kecoak!", bisiknya lagi
"Iya kecoak, kenapa?"
"Ada di sebelah kanan..".
Aku mengikuti arah telunjuk istriku, namun kali ini aku lebih berhati2. Aku tak langsung menoleh ke arah kecoak itu berdiam. Aku berpura2 bergerak acuh namun pelan. Dan meski belum menatapnya secara langsung, tapi aku dapat merasakan bahwa dia sedang menguntitku dengan kewaspadaan penuh. Dan benar saja, ketika kudapati kesempatan untuk sekejap melihatnya, sekelebat itu pula dia terbang disusul jerit suara istriku,
"Awaaas!"