Mohon tunggu...
Fadli Hermawan
Fadli Hermawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Suka minum coklat hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memorabilia

11 November 2014   06:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:07 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Minggir! Ngalangin jalan aja! Masih untung nggak ketabrak! Lagi ngapain juga hari gini masih pake baju lusuh kayak gitu! Indonesia udah merdeka! Mau perang sama siapa!”, ia berteriak kesal pada si kakek renta itu.

Serta-merta aku menghampirinya dan segera aku ingin menelepon polisi. Tetapi, ia menodongkan pistol padaku. “Apa liat-liat?! Awas kalo sampe berani panggil polisi!”, teriak kasar si pelaku. Hal itu membuatku kaget setengah mati. Lututku gemetaran. Akhirnya, aku hanya diam membisu. Sang kakek yang berada di dekatku, berusaha untuk melindungiku.

“Apa sebenarnya maumu, anak muda?”, tanya sang kakek. Sorot matanya tak tersirat sedikitpun rasa takut. Suaranya terdengar tegar meski sedikit parau. Sang kakek terlihat tenang. Aku yang melihatnya, takjub bercampur kagum.

“Jangan banyak tanya! Udah sini, serahin aja duitnya!”, balas ketus si pelaku.

Uang lima puluh ribu rupiah yang berada dalam genggaman tangan si kakek pun dirampas olehnya. Tak berapa lama, ia menendang sepeda onthel milik si kakek yang sedang tergeletak di pinggir jalan, lalu bergegas pergi sambil bergumam dan mengucapkan sumpah serapah yang tak jelas. Dan si kakek hanya terdiam sambil memandang ke arah jalan di kala senja. Entah apa yang dipikirkannya.

Dadaku kembali berdebar kencang. Kali ini bukan karena merasa kelelahan. Kulihat beberapa bagian sepedanya lecet. Standarnya patah. Tidak hanya itu, aku mengamati kue-kue dan camilan yang berada di boks juga bertebaran di sekitar jalan. Sebagian hancur tergilas ban sepeda motor. Kupungut sisa-sisa kue dan camilan yang masih layak untuk dimakan. Hatiku miris melihat hal semacam ini.

Dalam hati aku berkata, “Astaga, sebegitu tegakah perlakuan mereka?! Terlebih lagi terhadap seorang kakek tua renta?!”. Sebenarnya aku ingin sekali membalas perlakuan kasar dari anggota geng motor itu. Tetapi apa daya, diriku tak sanggup. Aku tiba-tiba merasa seperti pengecut.

Aku mendekati si kakek yang masih berdiri di samping jalan. “Kakek baik-baik saja? Apa kakek terluka?”, tanyaku padanya.

“Tidak apa-apa nak. Saya baik-baik saja. Tidak usah khawatir. Justru kakek merasa lega karena tidak terjadi apa-apa sama kamu.”, jawab si kakek sembari tersenyum.

Kemudian si kakek lanjut bertanya, “Siapa namamu nak?”

“Nama saya Denny.”, aku memperkenalkan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun