Mohon tunggu...
Liza Permasih
Liza Permasih Mohon Tunggu... Penulis - Menyukai dunia kata-kata, mencintai setiap momen yang tumbuh bersama para kesayangan.

Penulis merupakan seorang ibu dari tujuh orang anak yang menyukai dunia kata-kata sejak belia. Pernah menjadi kontributor tetap selama dua tahun di web parenting di The Asianparent Indonesia. Karya-karya fiksi penulis pernah dimuat di majalah Femina dan Gadis, sementara karya non fiksi, berupa kisah inspiratif tersebar dalam buku-buku antologi terbitan Gramedia Pustaka Utama. Selain menyukai dunia kata-kata, penulis juga aktif di dunia kuliner dengan memakai brand Dapur Momaliza. Mengambil nama yang sama dengan blog pribadinya, www.momaliza.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja di Kwatisore (Cerpen Majalah Femina)

24 Februari 2022   13:14 Diperbarui: 24 Februari 2022   14:43 3762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen Liza P Arjanto

Lelaki berwajah kukuh itu menatapnya tajam. Wajahnya adalah gumpalan kekecewaan. Pandangan matanya adalah pancaran kekalahan yang tak pernah bisa ia sembunyikan.

 Kai, merupakan satu-satunya anak lelaki yang dimilikinya. Dari seluruh anaknya yang berjumlah sebelas, hanya Kai-lah yang berjenis kelamin sama dengannya. Pada Kai, ia meletakkan seluruh harapannya. Harapan yang sirna ketika ia menyadari tak sepatah katapun yang keluar dari bibir Kai mampu dimengertinya.

Baginya ini adalah aib. Aib yang tak bisa dihapus bahkan oleh sikap tak pedulinya. Sejak menyadari Kai berbeda. Tak bisa mendengar suaranya dan tak bisa dimerngerti, dinding tebal tercipta di antara mereka. Baginya, Kai telah mati. Bersama matinya harapan besarnya tentang seorang anak lelaki perkasa penerus kepemimpinannya.

Tetua adat menepis tangan Kai. Ia meneruskan langkahnya memimpin rombongan lelaki berwajah bara. Kaum yang menyiratkan kemarahan pada sesuatu yang dianggap pengganggu dan merugikan kehidupan mereka. Dan Kai tahu tujuan mereka.

Teriakan perang bersahut-sahutan. Wajah-wajah garang bersemangat berlari menyambut ombak yang memecah pantai. Kai tidak bisa mendengar jelas. Namun, gempita yang memantul-mantul di dinding gendang telinganya membuatnya resah. Perahu-perahu dilepas. Teriakan-teriakan membahana.

Kai berteriak-teriak, memohon untuk berhenti. Tak seorangpun mendengarnya. Kai berlari menaiki tangga pondoknya. Hatinya cemas menatap tengah lautan biru. Reina masih di sana.

"Gurano Babintang! Di sana...!" Para pemuda bertombak berenang membelah laut. Mereka bergantian menyelami lautan biru. Perahu-perahu terombang-ambing serupa kertas di tengah lautan.

 Tiba-tiba pekik kemenangan memenuhi angkasa. Teluk Cendarawasih memerah. Seekor hiu paus bersimbah darah. "Hantu" yang mengganggu ketentraman dan menghabiskan ikan-ikan kecil di perairan itu kini telah berkurang satu.

 Di tengah lautan kawanan  raksasa laut itu bergerak gelisah. Gelombang tak lagi menentramkan. Masyarakat yang terganggu sebab tubuh raksasa ikan-ikan itu  kerap merusak jaring-jaring mereka. Dan kini mereka tak mau lagi diam. Mereka mengusir dan melukai, Gurano Babintang yang terperangkap jaring.

Salah satunya adalah Reina.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun