Review: Pameran "Life is The Heart of A Rainbow" di Museum MACAN
Hai, Kompasianer!
Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Museum MACAN (Modern and Contemporary Art in Nusantara) yang terletak di AKR Tower, Jakarta.
Pameran seni yang saat ini sedang berlangsung di sana bertajuk "Life is The Heart of A Rainbow" karya Yayoi Kusama, seorang seniman kontemporer asal Negeri Sakura. Pameran beliau berlangsung pada tanggal 12 Mei hingga 9 September 2018. Dalam artikel ini saya akan memaparkan secara rinci seluruh karya yang dipamerkan di sini, harga tiket, cara membeli tiket,tata tertib museum, dan tentunya opini pribadi saya.
Apabila Kompasianer hanya membutuhkan informasi harga tiket, silakan langsung membaca subjudul Tiket dan Tata Tertib.
Sementara itu, apabila Kompasianer sedang mempertimbangkan untuk mengunjungi pameran ini dan membutuhkan ulasan berupa pengalaman pribadi dan pendapat saya, silakan langsung membaca subjudul Opini. Namun apabila Kompasianer ingin tahu lebih detail mengenai karya-karya kontemporer Kusama dan membutuhkan informasi mengenai pameran secara keseluruhan, silakan mulai membaca dari sini. Selamat membaca!
Karya-karya Yayoi Kusama di Museum MACAN
Secara keseluruhan, ada tiga macam karya Kusama yang dipamerkan di museum ini, yaitu patung, instalasi dan lukisan. Setiap karya akan dijelaskan berdasarkan urutan peletakannya sejak entrance.Â
Persis di luar entrance ke area pameran, saya menjumpai sebuah patung labu raksasa berjudul "Great Gigantic Pumpkin" (2013). Labu setinggi 245 cm dan berdiameter 260 cm ini didominasi warna kuning dengan motif perpaduan berbagai ukuran polkadot, namun tetap berpola. Patung labu ini berbahan fiberglass yang diperkuat dengan plastic, logam, dan patung ini dicat dengan cat urethane.
Setelah itu, ketika pertama kali masuk ke area pameran, saya menjumpai karya instalasi bertajuk "Dots Obsession" (2009). "Dots Obsession" adalah sebuah ruangan besar yang dihiasi berbagai bola raksasa kuning dengan polkadot hitam acak.Â
Bola-bola raksasa dengan ukuran yang bervariasi ini dibuat dari berbagai bahan (mixed media). Dari sekian banyak bola raksasa yang dipamerkan, ada satu bola yang memiliki lubang kecil yang dapat diintip oleh pengunjung. Ini merupakan kotak intip pertama dalam pameran.Â
Kotak intip khas Kusama berisi perpaduan beberapa obyek dan cermin sehingga menghasilkan pola berulang yang tak terhingga. Selain itu dalam instalasi ini, ada juga sebuah bola raksasa yang dapat dimasuki pengunjung.Â
Ruangan dalam bola raksasa ini juga berisi perpaduan bola-bola kecil dan cermin, sehingga membuat saya merasa berada di dalam kotak intip raksasa ketika memasukinya. Untuk mempermudah penjelasan di sini, selanjutnya kotak intip kecil akan disebut sebagai "kotak intip" saja, dan kotak intip besar yang dapat dimasuki pengunjung akan disebut dengan "ruangan cermin".
Lukisan-lukisan pada periode awal ini merupakan wujud pelarian Kusama dari tekanan yang ia alami di rumah karena tidak mendapatkan dukungan untuk mewujudkan mimpinya sebagai seniman.
Selain itu, seni juga merupakan cara beliau mengatasi halusinasi-halusinasi yang muncul sejak beliau kecil. Selain itu, di ruangan "Early Works" juga terdapat beberapa patung manusia bercat mencolok dan bermotif polkadot.
Karya-karya bermotif jaring ini terinspirasi dari pengalaman pribadi Kusama, termasuk ketika beliau mengamati gelombang di Samudera Pasifik saat berada dalam penerbangan dari Jepang ke Amerika Serikat tahun 1957. Gaya lukisan pada masa ini masih tidak jauh berbeda dengan gaya lukisan Kusama pada periode awal berkarya yang ada di ruangan "Early Works".
Selain itu, pengunjung juga tidak diperkenankan untuk memotret di dalam ruangan ini. Mengapa? Hal ini dikarenakan di dalam ruangan ini dipajang foto-foto pertunjukan eksperimental yang berasal dari ide brilian Kusama, dan menampilkan manusia-manusia yang tidak berbusana. Pertunjukan-pertunjukan ini ditampilkan pada tahun 1960-1970-an, dan lokasinya adalah di beberapa tempat ikonik di New York.
Dari "Body and Performance", saya menjumpai ruangan "Experiment in Japan" yang cukup colourful. Di sini ditampilkan karya-karya Kusama mulai tahun 1973 saat ia kembali ke Jepang.Â
Di ruangan ini, ada karya patung dan lukisan dengan motif-motif khas Kusama yang kita kenal saat ini, yaitu polkadot dan labu. Selain itu, di ruangan ini juga ada ruangan cermin yang cukup besar bertajuk "The Spirits of The Pumpkins Descended Into The Heavens" (2015).
Ruangan cermin ini seluruh tembok dan lantainya berwarna kuning dengan motif polkadot, dan di dalamnya ada sebuah ruang intip yang obyek utamanya adalah buah labu.
Berbeda dengan karya-karya sebelumnya, lukisan-lukisan di ruangan ini mengandung obyek yang lebih beragam, seperti pola-pola wajah manusia, rumah dan lain-lain. Selain itu, di sini juga terdapat sebuah kotak intip bertajuk "I Want to Love on a Festival Night" (2017).
Pada layar ditampilkan Kusama sedang menyanyi lagu ciptaannya sendiri, dengan latar visual psychedelic sederhana. Dua cermin yang berhadapan memantulkan layar sehingga pengunjung menyaksikan visual yang jumlahnya tak terhingga. Sementara itu, "Infinity Mirrored Room" merupakan instalasi berupa sebuah ruangan yang berisi lampu-lampu cantik yang dipadu sedemikian rupa dan pijakan kecil yang sekelilingnya diiringi air.
Ketika pengunjung memasuki ruangan ini, pengunjung diberikan satu lembar stiker polkadot berbagai warna dan bentuk untuk ditempel di seluruh ruangan. Di sini pengunjung diajak untuk menjadi bagian dari karya Kusama.Â
Menurut buku panduan yang saya terima ketika memasuki area pameran, ketika Kusama kecil ia melihat dunia melalui layar penuh berisi polkadot mungil yang menyelubungi apa pun yang beliau lihat, termasuk di tubuhnya sendiri. Terlepas dari apakah keterangan dalam buku panduan tersebut hanya merupakan metafor atau bukan, karya ini memiliki makna yang sangat dalam.
Tiket masuk museum dapat dibeli di ticket.museummacan.org maupun on the spot. Harga tiket dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
- Dewasa: Rp. 100.000,-
- Pelajar/ lansia: Rp. 90.000,-
- Anak-anak: Rp. 80.000,-
Tata tertib di museum ini cukup beragam, diantaranya dilarang membawa kamera apapun (hanya diperbolehkan membawa ponsel ke dalam area pameran), dilarang membawa makanan dan minuman, serta semua barang yang berukuran lebih dari 32 x 24 x15 cm harus disimpan di penitipan barang. Selain itu pengunjung juga tidak boleh menyentuh karya seni, dilarang menerima telepon di area pameran.Â
Apabila pengunjung ingin menggambar di area pameran, maka sketsa hanya boleh digambar dengan menggunakan pensil dan buku sketsa tidak boleh berukuran lebih dari 22 x 28 cm. Selain itu, masih ada beberapa tata tertib lain yang bersifat umum.
Saya merasa sangat senang karena akhirnya karya unik Yayoi Kusama bisa masuk ke pameran seni di Indonesia dan dihadiri banyak orang, sehingga semakin banyak orang yang mengenal seni kontemporer, terutama dalam bentuk lukisan, patung dan instalasi. Pameran ini bukan hanya sebagai pemuas dahaga akan karya seni semata, namun juga sebagai media edukasi yang baik. Karya Kusama, seperti halnya seniman-seniman kontemporer lainnya memiliki ciri khas dan sangat menarik.
Karya-karya Kusama pada periode awal kemunculannya sebagai seniman memberikan impresi yang kelam, mistis namun memikat bagi saya. Warna-warna yang digunakan pada karya-karya awal terasa lebih gelap dibandingkan pada periode lain. Selain itu, karya-karya dalam periode awal juga menghadirkan nuansa sedih dan tertekan.Â
Sementara itu, karya-karya Kusama pada tahun 1970-an memiliki warna-warna yang jauh lebih cerah. Uniknya, karya-karyanya pada tahun 1970-an juga terasa sangat relevan dengan masa sekarang, sederhana, terlihat seperti karya-karya dekoratif (meski saya tahu karya-karya tersebut bukan karya dekoratif semata, melainkan karya-karya yang berdiri sendiri dan sangat bermakna), dan kekinian (ya, terasa sangat kekinian meski dibuat tahun 1970-an).
Sementara, pada tahun 2000-an, Kusama terlihat sedang ingin merambah gaya seni yang baru. Seri "Love Forever" beliau merupakan seri karya yang paling berbeda dibandingkan karya-karya lainnya.Â
Obyek-obyek dalam karya tersebut terlihat sangat liar namun lebih "menapak bumi" ketimbang karya-karya lainnya. Dalam seri "Love Forever" saya dapat melihat beberapa bentuk (misalnya wajah) yang digambar dengan sangat jelas dan tidak membutuhkan interpretasi (yang tidak membutuhkan interpretasi adalah bentuk-bentuk yang digambarnya, bukan keseluruhan lukisan).
Lalu, karya-karya terbaru Kusama terasa sangat matang dan kelihatannya beliau kembali pada gaya seni yang lebih rumit ketimbang yang sempat dilakukannya di tahun 1970-an.
Kini, ada lebih banyak pola dan warna yang beliau gunakan. Dari semua karya yang dipamerkan, yang paling saya sukai adalah kotak intip "I Want to Love on The Festival Night" (2017). Karya tersebut sangat cantik dan memberikan nuansa festive yang sangat kuat. Rasanya seperti berada di salah satu festival cantik di Jepang pada malam hari sambil memegang kembang api tangan.
Biarpun saya merasa senang melihat banyak orang yang tertarik untuk datang ke pameran Kusama, namun sungguh disayangkan masih banyak pengunjung yang mengira pameran ini hanyalah salah satu "obyek wisata" biasa, sehingga mereka dengan seenaknya menyentuh karya, menyandar pada karya, dan lain-lain. Padahal, setiap karya adalah wujud dari ide kreatif dan kerja keras Kusama yang masing-masing pembuatannya memakan waktu yang tidak sebentar.Â
Segala bentuk sentuhan berpotensi merusak karya atau mengubah kondisi karya. Untungnya, di dalam museum terdapat banyak staff yang selalu siaga mengingatkan pengunjung agar tidak menyentuh karya.
Biarpun begitu, perlu dimengerti juga bahwa alangkah lebih baik apabila muncul kesadaran diri dari pengunjung untuk mengapresiasi karya, sehingga tidak perlu "menunggu" untuk diingatkan oleh staff museum. Perlu diketahui bahwa tidak semua benda yang ada di semua tempat boleh disentuh sesuka hati demi kepentingan foto yang kelak diunggah ke sosial media. Karya seni bukanlah "benda properti foto".Â
Di dalam karya seni ada kerja keras seniman yang tertuang dalam karya yang harus diapresiasi. Berfoto dengan karya seni untuk diunggah ke sosial media sebenarnya sangat baik karena selain dapat disimpan sebagai kenang-kenangan, akan ada lebih banyak orang yang mengenal dan menikmati karya Kusama melalui sosial media. Namun, hal tersebut tentunya bisa dilakukan tanpa harus menyentuh karya.
Akhir kata, saya sangat menikmati pameran "Life is The Heart of A Rainbow" ini. Semoga artikel ini bermanfaat! Thanks for reading!
-
Postscript:
- Segala penjelasan terkait ukuran dan bahan karya bersumber dari buku panduan yang saya peroleh ketika memasuki area pameran. Sementara, deskripsi lain mengenai wujud karya merupakan hasil pengamatan pribadi.
- Saya tidak menjamin interpretasi saya terhadap karya-karya Kusama adalah benar, karena setiap orang memiliki interpretasi berbeda ketika menikmati karya seni.
- Semua foto yang ditampilkan dalam artikel ini hanya ditambahkan exposure-nya. Tidak ada pemberian tone yang berpotensi mengubah warna karya agar tidak mengubah impresi asli yang ingin disampaikan seniman.
- Semua foto yang ditampilkan merupakan dokumen pribadi dan dipotret oleh instagram.com/pernando09 dan saya.
 Fiksi:
- Jamuan Melahap Matahari
- Rajani
- Membuat Manusia
- Bagaimana Mungkin Mengenali Luka di Hamparan Langit Biru
Artikel-artikel edukatif seputar fiksi dan bahasa:
Review film:
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H