Berbeda dengan karya-karya sebelumnya, lukisan-lukisan di ruangan ini mengandung obyek yang lebih beragam, seperti pola-pola wajah manusia, rumah dan lain-lain. Selain itu, di sini juga terdapat sebuah kotak intip bertajuk "I Want to Love on a Festival Night" (2017).
Pada layar ditampilkan Kusama sedang menyanyi lagu ciptaannya sendiri, dengan latar visual psychedelic sederhana. Dua cermin yang berhadapan memantulkan layar sehingga pengunjung menyaksikan visual yang jumlahnya tak terhingga. Sementara itu, "Infinity Mirrored Room" merupakan instalasi berupa sebuah ruangan yang berisi lampu-lampu cantik yang dipadu sedemikian rupa dan pijakan kecil yang sekelilingnya diiringi air.
Ketika pengunjung memasuki ruangan ini, pengunjung diberikan satu lembar stiker polkadot berbagai warna dan bentuk untuk ditempel di seluruh ruangan. Di sini pengunjung diajak untuk menjadi bagian dari karya Kusama.Â
Menurut buku panduan yang saya terima ketika memasuki area pameran, ketika Kusama kecil ia melihat dunia melalui layar penuh berisi polkadot mungil yang menyelubungi apa pun yang beliau lihat, termasuk di tubuhnya sendiri. Terlepas dari apakah keterangan dalam buku panduan tersebut hanya merupakan metafor atau bukan, karya ini memiliki makna yang sangat dalam.
Tiket masuk museum dapat dibeli di ticket.museummacan.org maupun on the spot. Harga tiket dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
- Dewasa: Rp. 100.000,-
- Pelajar/ lansia: Rp. 90.000,-
- Anak-anak: Rp. 80.000,-
Tata tertib di museum ini cukup beragam, diantaranya dilarang membawa kamera apapun (hanya diperbolehkan membawa ponsel ke dalam area pameran), dilarang membawa makanan dan minuman, serta semua barang yang berukuran lebih dari 32 x 24 x15 cm harus disimpan di penitipan barang. Selain itu pengunjung juga tidak boleh menyentuh karya seni, dilarang menerima telepon di area pameran.Â
Apabila pengunjung ingin menggambar di area pameran, maka sketsa hanya boleh digambar dengan menggunakan pensil dan buku sketsa tidak boleh berukuran lebih dari 22 x 28 cm. Selain itu, masih ada beberapa tata tertib lain yang bersifat umum.
Saya merasa sangat senang karena akhirnya karya unik Yayoi Kusama bisa masuk ke pameran seni di Indonesia dan dihadiri banyak orang, sehingga semakin banyak orang yang mengenal seni kontemporer, terutama dalam bentuk lukisan, patung dan instalasi. Pameran ini bukan hanya sebagai pemuas dahaga akan karya seni semata, namun juga sebagai media edukasi yang baik. Karya Kusama, seperti halnya seniman-seniman kontemporer lainnya memiliki ciri khas dan sangat menarik.
Karya-karya Kusama pada periode awal kemunculannya sebagai seniman memberikan impresi yang kelam, mistis namun memikat bagi saya. Warna-warna yang digunakan pada karya-karya awal terasa lebih gelap dibandingkan pada periode lain. Selain itu, karya-karya dalam periode awal juga menghadirkan nuansa sedih dan tertekan.Â
Sementara itu, karya-karya Kusama pada tahun 1970-an memiliki warna-warna yang jauh lebih cerah. Uniknya, karya-karyanya pada tahun 1970-an juga terasa sangat relevan dengan masa sekarang, sederhana, terlihat seperti karya-karya dekoratif (meski saya tahu karya-karya tersebut bukan karya dekoratif semata, melainkan karya-karya yang berdiri sendiri dan sangat bermakna), dan kekinian (ya, terasa sangat kekinian meski dibuat tahun 1970-an).