Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Alka 2.0

14 Mei 2017   10:08 Diperbarui: 14 Mei 2017   13:10 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mereka takut pensil warna biru nanti dimakan anak-anak kecil. Mereka lupa, semua pensil warna sama bahayanya jika dimakan. Mereka juga lupa, langit yang menjelma jadi atap mereka seharian warnanya biru, tapi tidak beracun. Ada awan, ada air hujan. Apakah kamu mati jika hujan turun?”

Alka kecil menggeleng.

“Siapa yang menjadikan warna biru sebagai warna yang mewakili racun?”

“Manusia. Selalu. Alka, saya harus segera kembali. Meski sedikit, tapi ada orang-orang yang menanti saya pulang,” ujar saya sambil melepas pelukan.

Saya melangkah keluar.

“Hei, Alka!”

Saya menoleh, “ya?”

“Terima kasih!”

***

Jadi, Alka. Ketika kelak kamu membaca catatan harian ini, saya harap kamu sudah bisa menerima rambut birumu. Untuk ketidakmampuan saya, ketidakmampuan kita, dalam mengubah apa yang memang ada pada diri kita, saya minta maaf.

Menurutmu, apakah ada orang di kota kita yang berlutut memohonkan rambut biru kepada Pencipta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun