Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Cerpen: Sepercik Luka di Lantai Tempat Kita Pernah Menari

26 September 2015   17:46 Diperbarui: 24 November 2015   23:46 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya menjadi panik dan berlari ke arah kamar mandi. Namun rupanya Mala lebih panik lagi karena selanjutnnya setiap lantai yang saya pijak berwarna-warni, terpercik luka saya. Ketika tiba di kamar mandi, saya menyalakan wastafel, bermaksud membasuh luka saya dengan air. Namun yang keluar dari wastafel bukan air, melainkan percik-percik cahaya yang berwarna-warni juga. Mala yang mengikuti saya ke kamar mandi berteriak panik.

Selanjutnya saya merasa sangat pusing. Ruangan seperti berputar dan saya tidak mengenali diri saya lagi.

***

 

“Kiran! Bangun, Kiran! Sudah siang,” saya dapat mendengar suara ibu memanggil saya.

Saya membuka mata perlahan. Tunggu. Apakah semua itu hanyalah mimpi? Saya melirik ke arah tangan saya. Tidak ada luka sama sekali. Percik-percik cahaya itu tidak ada.

Oh, baguslah.

Lagipula, sewajarnya memang darah lah yang keluar dari luka. Ah, mimpi memang selalu ada-ada saja. Apakah alam bawah sadar saya memang sekreatif itu sampai bisa bermimpi terluka percik? Dalam hati saya tergelak, sekaligus merasa sangat lega.

Sekarang semuanya akan berjalan secara lebih normal, tidak perlu lagi khawatir. Saya bisa melakukan apa pun dengan tenang, bisa melakukan hobi-hobi saya dengan tenang, tidak ada lagi kunjungan ke rumah Mala setiap Senin, tidak ada lagi luka aneh yang memunculkan percik-percik cahaya. Semuanya masih baik-baik saja di dunia nyata, kan?

“Ini hari apa? Mengapa membangunkan saya pagi sekali?” tanya saya pada ibu.

“Minggu, Kiran. Tapi ibu bangunkan pagi-pagi karena ibu sudah dapat dokter yang tepat. Jadwalnya padat sekali, jadi ibu membuat janji di pagi hari.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun