Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Cerpen: Ruang Terbang Parama

13 September 2015   17:23 Diperbarui: 13 September 2015   19:43 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

“Halo, Bulan,” sapa Alka malam itu melalui jendela kamarnya, “Saya tahu selelah apa kamu harus berjaga setiap malam untuk menerangi saya. Namun saya baru saja pulang dari tempat di mana kamu bisa liburan… sepuasnya! Tidak ada malam!”

Alka bisa melihat bulan sabit memutar dirinya, membentuk suatu senyuman. Alka tahu bulan ikut senang mendengarnya. Kemudian Alka menutup jendela kamarnya dan terlelap, sambil tersenyum.

*** 

Pagi itu, setelah mandi dan berpakaian, Alka langsung berlari ke arah rumah Parama. Alka ingin terbang beriringan. Alka berlari dengan penuh semangat. Ia tahu Parama pasti akan menyambutnya dengan hangat, mereka akan terlibat pembicaraan yang menyenangkan, kemudian Parama akan mengajaknya terbang, tentu saja. Semuanya begitu jelas di benak Alka.

Namun kali ini Alka tidak menemukan rumah Parama. Tidak ada rumah di lahan itu, tidak ada ruang baca. Hanya ada rerumputan. Namun Alka melihat Parama di sana. Parama tidak sendiri. Ia duduk di rumput bersama seseorang lain yang tidak Alka kenal, seorang gadis berambut sebahu dengan gaun yang manis sekali. Alka bisa melihat dengan jelas Parama sedang menyelipkan bunga di telinga gadis itu, kemudian mereka berdua tertawa bahagia. Kaki Alka menjadi lemas. Ia berlari pulang.

Alka mengambil kotak berisi mainan balok kayunya. Kemudian ia kembali berlari ke luar, berlari sekencang-kencangnya dengan kesal. Berlari terasa sangat melelahkan. Alka pun mencoba untuk terbang, ia yakin ia mampu karena kemarin ia baru saja terbang.

Lalu Alka terbang, tanpa tujuan.

Alka terus terbang hingga ia menemukan sebuah pulau yang tampaknya tidak berpenghuni. Alka pun turun perlahan ke sana. Alka mengeluarkan balok-balok kayunya dan mulai membangun rumah, disertai dengan ruang baca.

Namun ketika rumah itu selesai, Alka menyadari bahwa tanpa Parama, semua ini tidak ada artinya. Sempat tebersit di benak Alka untuk kembali pulang dan mengambil boneka Parama-nya, namun ia sadar, boneka Parama sudah terganti oleh Parama yang lain, laki-laki yang pernah mengajaknya terbang walau hanya sekali.

Alka menyerah. Alka menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun