Malam ini saya berada di lorong berwarna- warni lagi. Kali ini saya tidak berusaha mencari kamu, tidak berusaha berlari dengan kesia- siaan, tidak berusaha masuk ke labirin. Saya hanya merasa amat perlu berbicara kepada salah satu manusia bertopeng kelinci di sana. Saya menyadari jika saya mampu menggantungkan bintang- bintang di dunia yang ini, maka seharusnya saya juga mampu sekedar berbicara kepada salah satu dari mereka. Bukankah artinya mereka muncul dari diri saya yang lain juga?
Lantas dengan tidak ragu, saya mendekati salah satu manusia bertopeng kelinci, seraya berbisik, “jika suatu hari nanti kita terlahir kembali dengan wujud dan identitas yang sama, ingatkan saya untuk mencarinya lebih awal.”
Lalu saya menarik napas dalam- dalam dan menutup mata saya.
Saya terbangun di kamar saya, saya memandang sekeliling. Matahari sudah duduk manis di atas langit, namun sinarnya mengintip melalui jendela kamar saya, saya merasa sedikit terganggu namun saya yakin itu hanya cara si matahari untuk mengucapkan selamat datang kembali di dunia yang ini kepada saya. Saya pun bangkit dari tempat tidur, berjalan pelan ke arah cermin, kemudian berkaca.
Tunggu.
Siapa ini? Saya tidak mengenali wajah saya pagi ini.
Oh ya, ada yang salah juga dengan kamar ini. Mengapa tampaknya berantakan sekali kamar saya pagi ini? Saya memandang sekeliling, dan menyadari ada banyak topeng- topeng kelinci yang rusak berserakan di lantai kamar saya.
Anehnya, lagi- lagi saya merasa senang.
Kemudian saya memungut topeng- topeng itu dan membuang semua topeng itu ke langit, agar dibakar oleh matahari dan musnah selamanya.