Tiba-tiba sunyi. Ayah terdiam di depan pintu tanpa menjawab panggilan Ibu yang menanyakan siapa yang datang di pagi ini.
Aku berlari-lari kecil diikuti Kak Ing yang menarik bajuku. Waktu itu, aku pakai kaos Kuning dan Celana Pendek. Kak Ing juga sama, aku sering di anggap kembar dengannya karena selera baju kami sama.
Aku menarik-narik baju Ayah, bertanya sekali lagi siapa yang datang.
"Yah.. siapa ? Kenapa ga disuruh masuk, Yah ?"
Tapi sosok perempuan cantik di depan pintu cuma tersenyum pada kami sambil memegang tangan anak kecil yang lebih tua dari Kak Ing. Aku tak ingat banyak. Ibu pernah bilang usia anak laki-laki itu 8 tahun, beda 2 tahun dengan Kak Ing dan dia bernama Kak Dan.
Ayah tetap diam membatu. Berkali-kali aku bertanya, berkali-kali juga Ayah diam tanpa kata.
Ibu datang menghampiri kami tetapi suasana tak berubah sedikitpun. Ibu tersenyum kaku dan mempersilahkan wanita cantik itu untuk duduk di ruangan tamu sempit kami. Ibu berbasa-basi mengambilkan minum sementara anak yang disebut kak Dan itu tak tersenyum sedikitpun.
Dalam sekelabat bayangan Ibu yang membalik badannya menuju dapur, aku melihat ada air mata menggantung di sudut matanya. Aku menyusul Ibu, membiarkan tamu kami bercengkrama dengan Ayah ditemani Kak Ing.
"Ibu.. Ibu kenapa sedih, Bu ?"
"Wanita cantik itu siapa ?"
Dengan polosnya aku bertanya dengan Ibu. Aku sungguh tak mengerti bagaimana perasaan Ibu saat itu.
Ayah memanggil aku dan Ibu. Aku di suruh main ke atas bersama Kak Ing dan Kak Dan yang keliatannya suka marah-marah itu. Aku menurut saja.