Mohon tunggu...
Fact Checker UI
Fact Checker UI Mohon Tunggu... Mahasiswa - UKM Fact Checker Universitas Indonesia

Fact Checker Universitas Indonesia adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang literasi digital dan periksa fakta. UKM ini telah berdiri sejak tahun 2020 dan memiliki tujuan sebagai forum untuk mahasiswa melakukan kegiatan periksa fakta, mengedukasi publik, dan mengurangi penyebaran hoaks di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebebasan Menyatakan Pendapat dalam Demokrasi

20 September 2021   14:32 Diperbarui: 20 September 2021   14:36 4995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan manusia etika merupakan suatu hal bernilai dan dijunjung tinggi. Menurut Richard J. dalam Karimah dan Wahyudin (2010), Etika adalah suatu percobaan untuk meneliti tingkah laku manusia yang mana merupakan cerminan dari isi jiwa dan hati nurani seseorang. Penuturan tersebut dapat diartikan bahwasannya seseorang yang beretika baik merupakan seseorang yang baik dan berbudi pekerti luhur dan begitu pula sebaliknya. 

Dalam kehidupan demokrasi berpendapat penerapan etika juga sangat diperhatikan. Benito Asdhie Kodiyat (2018) dalam tulisannya yang berjudul "Etika Dalam Menyampaikan Pendapat Di Media Sosial Dalam Perspektif Hak Konstitusional Warga Negara" menyampaikan bahwa terdapat beberapa penilaian etika komunikasi insani yang dapat diterapkan dalam berpendapat yang meliputi:

  1. Penghormatan atau keyakinan terhadap wibawa dan harga diri individual.
  2. Keterbukaan atau keyakinan pada pemerataan kesempatan. 
  3. Kebebasan yang disertai tanggung jawab. 
  4. Keyakinan terhadap kemampuan setiap orang dalam memahami hakikat demokrasi.

Selain komunikasi insani dalam berkomunikasi, berikut merupakan etika umum dalam berkomunikasi untuk menyampaikan pendapat secara langsung. Pertama, sampaikanlah pendapat dengan sopan yaitu dengan cara memperhatikan tata bahasa dan intonasi suara. Kedua, mengetahui batasan kapasitas pengetahuan yang dimiliki mengenai topik tersebut untuk menghindari terjadinya perdebatan yang tidak diinginkan, jika tidak begitu menguasai dapat mempersiapkan tindakan antisipasi. 

Ketiga, memiliki dasar argumen yang kuat dan jelas agar pendapat yang disampaikan kuat dan objektif. Keempat, tidak memotong lawan bicara ketika menyampaikan pendapat, ini merupakan dasar etika yang harus dimiliki ketika sedang berkomunikasi. Terakhir, ketika menyampaikan pendapat sangat penting untuk tidak menyerang lawan bicara dengan topik pribadi yang mungkin tidak sesuai dengan topik yang sedang dibawakan.

Etika dalam berpendapat juga terlampirkan dalam aturan hukum. Misalnya, UU nomor 39 pasal 23 ayat 2 tahun 1999 yang berbunyi, "Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa". Jadi, setiap orang bebas mengeluarkan pendapat namun harus tetap dalam dalam batasan etika agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.

Dalam UUD 1945 pasal 28J ayat 2 juga dijelaskan bahwa, "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".  

Aturan hukum di Indonesia sangat mendukung etika dalam berpendapat. Berpendapat yang patuh akan etika dan hukum akan menumbuhkan persatuan dan keadilan. Harapan kepatuhan ini ditujukan agar tidak ada pihak yang dirugikan dan untuk meminimalkan perselisihan. Seharusnya berpendapat bisa menjadi media untuk menjadi lebih baik akibat pertukaran argumen yang positif, bukan menjadi media untuk saling menjatuhkan dan menjerumuskan. 

Hoaks Merampas Kedaulatan Rakyat

Demokrasi di Indonesia merupakan demokrasi yang mengedepankan kedaulatan rakyat, yakni pemilihan dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pemerintah seluruhnya yang dipilih oleh rakyat secara langsung. Penetapan aturan ini didasarkan pada keinginan kuat pemerintah untuk mengembangkan sistem pemilu yang lebih demokratis. 

Semua warga negara yang berpartisipasi dalam pemilihan harus dilindungi dari rasa takut, penipuan dan kecurangan lainnya. Hal ini sesuai dengan isi Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV pasal 28G bahwa di dalam negara demokrasi, "Setiap orang berhak atas perlindungan dari pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".

 Namun belakangan ini banyak terjadi kecurangan dalam pemilihan umum. Salah satu jenis hoaks yang paling umum belakangan ini adalah penyebaran hoaks di media sosial. Penipuan media sosial untuk menyerang calon pasangan pesaing lain kepentingan pribadi. Hoaks kini bahkan sudah menjadi bagian dari politik dan tidak bisa dipisahkan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara. Kecenderungan yang relatif sama adalah penggunaan hoaks yang disengaja untuk menghasut massa. Efek paling kecil dari hoaks adalah membuat marah publik dan, dalam kasus terburuk, dapat merugikan korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun