Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jam Belajar Masyarakat (JBM), Jangan Hanya Gugat Medianya

15 November 2017   01:15 Diperbarui: 15 November 2017   01:46 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Diberlakukannya Jam Belajar Masyarakat (JBM) awal mulanya berlangsung di Kampung Karangwaru Lor, Kota Yogyakarta sekitar tahun 1990-an. Berawal dari kasus seorang bocah yang "kecanduan" nonton siaran TV sehingga malas belajar dan prestasi studinya menurun. Dari kajian terhadap kasus tersebut, kemudian pesawat televisi dituding sebagai biang keroknya.

Salah seorang tokoh setempat, merangkap seorang guru/kepala sekolah SD bernama Wasis Siswanto berinisiatif membicarakan masalah ini di kampungnya. Dari situ kemudian gagasan/pemikirannya disepakati warga, serempak di Kampung Karangwaru Lor pada saat jam belajar anak sekolah (pukul 18.00 -- 20.00 wib, kecuali hari Minggu) -- tidak satupun menghidupkan pesawat TV di rumah maupun di tempat umum di kawasan tersebut.

Dalam perkembangannya, penerapan gagasan itu lantas diadopsi dan diberlakukan secara umum -- bahkan diberlakukan di hampir seluruh wilayah kota Yogyakarta, ini terbukti di setiap sudut kampung terpampang papan-papan bertuliskan Jam Belajar Masyarakat (JBM) mulai pukul 18.00 s/d 20.00 wib.

Dilhat dari sisi dampak media (TV) memang demikianlah salah satu yang disebut sebagai dampak fisik atas kehadiran media. Belum lagi Mang Ucup bangun kesiangan sehingga terlambat ke sawah dikarenakan nonton siaran TV hingga larut malam, serta dampak fisik lainnya seperti biaya abonemen listrik PLN jadi meningkat.

Disamping itu, perlu juga dipahami bahwa dampak psikologis atas terpaan pesan media juga layak mendapat perhatian. Media audio visual (pandang dengar) seperti TV dan kini ditambah hadirnya media baru yaitu media online (interaktif dan realtime) -- semakin menambah pilihan bagi setiap warga untuk mengaksesnya. Soal pengaruhnya sebatas kognitif, afektif ataupun behavioral pastinya memerlukan telaah tersendiri.

Mencermati fenomena unik diatas mengajak kita sejenak untuk memahami apa yang telah menjadi "kebijakan lokal" yang mestinya sudah didukung oleh warga atau masyarakatnya. Apapun yang sudah dimusyawarahkan tentunya pantas diberlakukan demi keamanan dan kenyamanan bersama dalam kehidupan setempat.

Ada beberapa catatan yang perlu ditambahkan dalam upaya memupuk minat belajar anak sekolah supaya meningkat prestasinya di sekolah. Berkaitan dengan konteks paparan diatas diantaranya perlu dipahami:

Pertama, memberlakukan jam belajar masyarakat (JBM) diseragamkan untuk semua tempat mungkin bisa dilakukan, terutama di kampung-kampung yang memiliki latar belakang yang mirip dengan kampung Karangwaru Lor.

Namun untuk lokasi/kampung yang berbeda karakteristik atau beda secara sosio-kultur agaknya masih dipertanyakan dalam arti belum tentu sama efektifnya, karena dalam studi kasus hasilnyapun tidak selalu bisa digeneralisir untuk diterapkan di tempat lain.

Jam belajar bagi murid sekolah memang perlu, karena kewajiban si anak adalah belajar. Hanya saja jika waktunya diseragamkan, berlaku dalam waktu sama di seluruh wilayah -- belum tentu sama hasilnya seperti di Kampung Karangwaru Lor tersebut.

Kedua, menuding media (TV) sebagai satu-satunya penyebab jam belajar masyarakat menjadi tersita mungkin bisa dipahami untuk lingkup keluarga tertentu dan di kampung tertentu pula. Kehadiran media massa elektronik (TV-audio visual) ditambah lagi kehadiran media baru seperti media online/internet yang kini terus menjamur tentunya tidak bijak bilamana digugat atau disalahkan.

Kalaupun kehadiran media beserta teknologinya telah dipandang membawa dampak negatif -- sesungguhnya itu semua sangat bergantung para penggunanya. Kesalahan sangat boleh dikata terletak pada manusia yang memanfaatkan media (human error) sehingga belum bisa optimal menggunakan sesuai fungsi dan peruntukannya.

Dalam pandangan umum, hanya menggugat kehadiran media merupakan sesuatu yang naif apalagi di era kekinian dimana media telah mengindustri sehingga upaya menarik pangsa pasarnya yaitu audiens sebanyak-banyaknya melalui kemasan pesan yang dikemas sedemikian rupa.

Ketiga, berdasarkan fenomena diatas, betapa masih perlunya sosialisasi tentang melek media (media literacy) bagi masyarakat di segala lapisan, sehingga diharapkan terbangun masyrakat sadar bermedia, sadar akan karakteristik masing-masing media serta sadar akan dampak-dampak positif dan negatif akibat kehadiran maupun terpaan isi media (terutama media massa elektronik (TV) termasuk media baru seperti internet dengan segala produk kontennya yang beragam.

Bagaimanapun juga, jam belajar bagi para murid sekolah sangat diperlukan. Gerakan Jam Belajar Masyarakat (JBM) yang kini banyak ditiru di berbagai wilayah boleh saja dilakukan. Hanya saja untuk mencapai efektivitasnya masih perlu didukung beberapa faktor seperti: lingkungan keluarga yang sadar akan proses pendidikan dan perkembangan anak sekolah, fasilitasi yang memadai misalnya akses internet untuk melengkapi bahan pelajaran tertentu, dan faktor pendukung lainnya.

 Oleh karenanya, dengan hanya menggugat media dan teknologi sebagai sebab-musabab minat belajar para murid sekolah menurun - sangatlah kurang bijaksana. Namun demikian sekuat apapun keinginan orang tua untuk meningkatkan minat belajar anaknya -- tentu harus  melihat kemampuan masing-masing dan paling utama adalah lingkungan rumah yang kondusif. Karena perubahan akan terjadi sesungguhnya dimulai dari lingkungan terkecil itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun