Ternyata saya salah.
Pernyataan yang saya rancang di kepala tentang saya yang akan nampak menyedihkan tidak tereksekusi. Justru saya mendapat sebaliknya. Ada banyak dukungan yang kemudian saya dapat, yang saya jadikan energi positif untuk menghadapi momen yang memang seharusnya tidak saya buat dengan bumbu kesedihan.
"Alhamdulillah, semoga kakaknya menyusul ya."
Ya, adik yang menikah saya juga yang mendapat doa baiknya.
Ketika Saya Menerimanya sebagai Takdir
"Bukankah menikah tidak harus sesuai dengan urutan kelahiran di keluarga?"
Saya memutuskan untuk mengubah pertanyaannya.
Tidak salah jika urutan keluarga menjadi panduan siapa yang menikah dulu. Akan tetapi, tidak salah pula jika tidak sesuai aturan seperti kebanyakan. Bukankah tidak aturan baku?
Menikah adalah hak individu. Jika adik saya yang lebih dahulu karena sudah menemukan jodohnya, saya bisa apa selain mendukung haknya untuk menyegerakannya. Apalagi jika usianya juga sudah cukup ideal, pekerjaannya juga sudah oke, sepertinya adik memang sudah lebih banyak langkah untuk mempersiapkan ke arah sana.
Apalagi menikah adalah momen yang bermuara pada kebahagian, dan pasangan yang menjadi pilihannya juga tidak membuat keluarga menjadi tidak baik-baik saja, tetap harmonis.
Menjadi Kakak yang Berbahagia