Menurut (Suharianto 1981:12), puisi adalah hasil pengungkapan kembali seluruh peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan puisi adalah karya sastra yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa kebahasaan yang disaring semata-mata untuk mengungkapkan kepribadian dalam bentuk yang benar dan selaras dengan watak yang diungkapkannya. Bahasa asli berbagai karya sastra tersebut diatur oleh ritme, rima, meteran, dan sistem puisi lainnya (Setiawan, 2019:1). Puisi Sapadi Djoko Damono โPada Suatu Hari Nantiโ menjadi fokus penelitian karena dianggap sebagai karya sastra Indonesia yang tidak hanya mengandung keindahan bahasa, namun juga mengandung lapisan makna filosofis yang mendalam.
Teori hermeneutika berasal dari kata โHermeneutikaโ (Yunani) yang secara harafiah berarti โpenjelasanโ atau โpenafsiranโ (Hamidi, 2011:71). Dalam membangun analisis ini, teori hermeneutika diadopsi sebagai kerangka metodologis. Hermeneutika memberikan landasan untuk mengeksplorasi makna dalam konteks teks sastra, khususnya puisi, dan memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah, filsafat, dan filsafat bahasa sehari-hari. Melalui pendekatan ini, analisis puisi diharapkan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih menyeluruh dan mendalam terhadap konsep dan pesan yang ingin disampaikan penyair.
Dalam rangka memahami kedalaman puisi ini, pertanyaan utama penelitian melibatkan sejarah dan ilmu filsafat, serta penerapan filsafat bahasa biasa. Pertama, apa yang dimaksud dengan filsafat bahasa biasa?. Kedua, bagaiamana analisis dan penerapan filsafat bahasa biasa dalam puisi โpada suatu haru nantiโ karya Sapardi Djoko Damono?.
Tujuan utama analisis ini adalah untuk memperdalam pemahaman tentang apa itu filsafat bahasa biasa dan untuk mengetahui makna puisi โPada Suatu Hari Nantiโ karya Supadi Djoko Damono melalui sudut pandang filsafat bahasa biasa. Selanjutnya, tujuan analisis adalah menggali dan memahami bagaimana Sapardi Djoko Damono menggunakan filsafat bahasa biasa dalam memperkaya makna puisinya, dengan melihat pemilihan kata-kata dan struktur bahasa sehari-hari.
PEMBAHASAN
A. Filsafat Bahasa Biasa
Sidi Ghazalba berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematis, mendasar dan universal guna menemukan kebenaran, hakikat dan hakikat segala yang ada (Sumanto, 2017:21). Santoso berpendapat bahwa bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan secara sadar oleh alat vokal manusia. Filsafat bahasa dapat dibagi menjadi dua kategori besar: Pertama, para filsuf memperhatikan bahasa ketika menjelaskan berbagai objek filsafat. Kedua, kita akan fokus pada kajian filsafat bahasa sebagai objek filsafat material, seperti filsafat hukum, filsafat seni, filsafat humaniora, dan agama. Rizal Muntazyir berpendapat bahwa filsafat bahasa adalah kajian mendalam tentang bahasa yang digunakan dalam filsafat untuk membedakan pernyataan filosofis yang bermakna dan yang tidak bermakna (Sumanto, 2017:20).
Menurut Austin, penggunaan bahasa tidak lepas dari konteks tertentu, yaitu ketika ujaran diungkapkan dan fenomena yang dimaksudkan oleh ujaran tersebut (Wibowo, 2006:50). Konsep bahasa biasa dalam filsafat Gilbert Ryle mempunyai implikasi ideologis sebagai berikut: Pertama, tugas filsafat adalah menganalisis bahasa dengan tekun, yang berarti menghindari kesalahan kategori. Seperti seorang kartografer, seorang filsuf mengidentifikasi suatu konsep berdasarkan lokasi dan koordinatnya yang tepat. Kedua, mendeskripsikan suatu konsep dalam kerangka pembedaan antara pernyataan prestasi dan pernyataan misi. Ketiga, konsep dianalisis dalam kerangka pembedaan pernyataan disposisional dan aksidental (Hilal, 2019:225).
B. Analisis dan Penerapan Filsafat Bahasa
Filsafat bahasa biasa dan puisi saling melengkapi dalam upaya mereka untuk memahami dan mengungkapkan makna melalui bahasa. Sementara filsafat bahasa biasa membantu kita memahami struktur dan penggunaan bahasa dalam konteks sehari-hari, puisi memperluas batas-batas bahasa untuk menciptakan makna yang lebih dalam dan emosional.
Puisi adalah genre sastra yang bahasanya dibatasi oleh ritme, dimensi, dan susunan baris atau bait. Suroto (1989:40) menyatakan dalam (mazda, 2021:80) puisi adalah suatu karya yang singkat, padat dan terfokus. (Pradopo 2007:2) mengemukakan bahwa puisi adalah karya yang estetis dan bermakna, bukan sekedar sesuatu yang kosong dan tidak bermakna. Valuyo (2002:1) berpendapat bahwa puisi adalah karya sastra yang bahasanya ringkas, panjang jelas, irama, kesatuan nada, dan penggunaan kata-kata metaforis.