Pengertian HAM luas, menunjuk hak-hak yang mendapat pengakuan internasional yang dibela dan dipertahankan internasional. HAM juga menjadi isu besar teori dan praktik hubungan internasional (Meuwissen, 1984). Hirsch Ballin dan Couwenberg mengatakan, konotasi HAM terkait asas-asas ideal dan politis sehingga bersifat dinamis. Sebaliknya HAM merupakan bagian integral UUD, bersifat yuridis, statis, dan hanya terkait suatu negara.
Sebagai contoh, di mana perkawinan sejenis di negara lain tak bisa dipaksakan di Indonesia sebab tidak diatur UUD 1945. Isu HAM lain di luar negeri tidak mungkin dipaksakan pemberlakuannya di Indonesia sepanjang tidak diatur UUD 1945. Dalam konteks domestik, HAM dianalogikan dengan hak-hak biasa sehingga lebih luas dan selalu terkait aktivitas setiap orang (PKNI4317/MODUL 1 1.5)
Definisi HAM menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 39/1999 tentang HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi negara, hukum, pemerintah, dan tiap orang, demi kehormatan, harkat, dan martabat manusia, dengan demikian HAM merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
HAM adalah hak manusia yang bersifat asasi, artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya. Jadi hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh pribadi manusia yang merupakan anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir, sehingga hak asasi manusia itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.
Perlindungan Hak Asasi Manusia setiap warga negara di Indonesia sudah dijamin dalam UU No 39 Tahun 1999. Hak apa saja yang dijamin bagi setiap individu dapat langsung ditemukan di undang-undang tersebut. diantaranya Hak untuk hidup, Hak untuk berkeluarga, Hak untuk memperoleh keadilan, Hak atas kebebasan pribadi, Hak atas Rasa Aman, Hak atas Kesejahteraan, dll.
Perlindungan Hukum Hak Asasi Perempuan
Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, yang menjelaskan adanya pengakuan terhadap prinsip persamaan bagi seluruh warga negara tanpa kecuali. prinsip persamaan ini menghapuskan sekat maupun diskriminasi, karenanya setiap warga negara mempunyai hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa memandang agama, suku, jenis kelamin, kedudukan, dan golongan. Perempuan juga demikian mendapatkan pengakuan yang sama dengan laki-laki di muka hukum. Â selain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang telah menjamin hak warga masyarakat sebagai individu, berikut beberapa peraturan perlindungan hak asasi perempuan
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women)
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam sidangnya pada tanggal 18 Desember 1979, telah menyetujui Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) di dalam Konvensi tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia resmi menandatangani Konvensi tersebut pada tanggal 29 Juli 1980 pada waktu diadakannya Konferensi Sedunia Dasawarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Wanita di Kopenhagen
sebelum Indonesia mengesahkan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pemerintah Indonesia telah lebih dulu mengesahkan UU Nomor 7 Tahun 1984, telah sah diundangkan pada tanggal 24 Juli 1984 oleh Presiden Soeharto.. Dalam Pasal 2 lampiran UU ini ditegaskan Negara-negara peserta (termasuk Indonesia) mengutuk diskriminasi terhadap wanita dalam segala bentuknya dan bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda, kebijakan menghapus diskriminasi terhadap wanita.
2.Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (Diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tanggal 20 Desember 1993, Ga Res 48/104)