Terbangun aku dari tidur tak terencana itu. Kaki kiriku diperban, terkapar di ruang perawatan.
 "Eh, Prin! Kamu udah sadar?" Sapa Adrian yang baru masuk membawa sekantong plastik makanan yang kemudian ia letakkan di meja.
"Iya, Yan. Berapa lama aku pingsan?"
"Cuma 3 jam kok, Prin. Hehe. Papa sama Mama kamu sedang diperjalaan. Rades ada di depan, mau aku panggil?"
"Tidak usah. Kalau perlu jangan dikasih masuk." Aku masih kesal dengannya. Bagaimana bisa dia membiarkan aku dipatok ular? Cinta macam apa itu, membiarkan orang yang dicintai dalam bahaya.
"Ya udah kalau gitu. Mau makan buah? Biar aku kupaskan."
"Makasih, Yan. Nanti saja."
"Syukurlah kalau kamu sudah sadar." Tiba-tiba suara menyebalkan itu muncul dari balik pintu.
Aku diam. Malas berbicara dengannya. Huft! Masih tetap tidak bisa mengerti, sebenarnya otaknya ia kasih makan apa sih, bisa-bisanya dia membiarkan ular itu menggigitku hanya karena tak mau mengiyakan permintaannya.
"Yan, kamu jagain dia dulu ya, aku masih ada urusan." Pamitnya lalu pergi tanpa mendengar jawaban dari Adrian. Rades pergi terburu-buru tanpa menoleh.
"Sekalian nggak perlu muncul lagi dikehidupaku." Gerutuku penuh kekesalan.