"Gadis kok bangunnya siang. Rejekinya keburu dipatok ayam. Katanya pengen ketemu Najwa. Udah sana cepetan mandi, terus ganti baju, sarapan, udah gitu aku anterin buat ketemu Najwa-ku."
Najwaku? Haha. Geli banget dengernya.
"Iya!" Ku banting pintu di depan mukanya.
"Woi! Nutup pintu pelan-pelan dong. Kasar banget jadi cewek."
Selesai sarapan, sekitar jam tujuh pagi Rades telah menarik tanganku kembali, capek deh! Tidak ada bosen-bosennya ni anak narik-narik tangan orang.
Entah kemana Rades membawaku, sama sekali aku tak mengenalinya, seperti di perbukitan, lumayan jauh dari pemukiman penduduk, cuma terlihat 1 -2 rumah lama, dengan  masih menggandeng tanganku, Rades mengajakku melintasi padang ilalang. Sementara di ufuk timur matahari mulai setinggi tombak. Ku lirik jam ditangan, masih jam delapan pagi, benar saja jika tetes embun, masih tersisa dibeberapa dedaunan kecil. Pemandangan yang indah, perbukitan yang diapit beberapa anak gunung. Kira-kira Najwa itu tinggal dimana ya? kok sampai lewat jalan yang kayak gini?
Rades menghentikan langkahnya ketika sampai di sebuah danau di tengah padang ilalang ini, disalah satu tepi danau itu ada sebuah pohon, pohon beringin.
"Prinsa, kenalkan ini Najwa. Najwa, kenalkan ini Prinsa." Tukas Rades, tepat di depan sebuah kuburan di bawah pohon beringin.
 "Ya, ini adalah danau keabadian dimana aku ngabadiin kenangan aku dengan Najwa. Dulu kami sering ke sini, bahkan kami jadian di sini 4 tahun yang lalu. Dan di sinipulalah tempat Najwa-ku tidur dalam keabadian." Ia mengedar pandang ke hamparan permukaan air di danau yang jernih.
"Dia meninggal karena penyakit jantung, seperti Randa." Rades duduk di dekat nisan, " Di sinilah Najwa-ku tidur."
 "Seandainya ada kata yang lebih tinggi dari pada kata cinta, kata itulah yang akan selalu kuucapkan padamu, sayang. Karena perasaanku padamu melebihi kata cinta yang banyak orang ucapkan hanya untuk bahan olokan. " Ucap Rades sambil megelus nisan bertuliskan nama Najwa.