Pernah merasakan sweet karma atau sesuatu yang awalnya kamu benci banget tiba-tiba menjadi hal yang paling kamu sukai? Istilahnya benci jadi cinta gitu...
 Hemm... aku rasa hampir dari kita semua pernah merasakan sweet karma.
Seperti kisah beberapa tahun lalu, aku pernah sangat membenci seseorang bahkan melihatnya saja membuat aku mengumpat berulang kali. Ahk, tetapi bukan tanpa alasan aku membencinya, aku rasa kalian juga membenci orang-orang suka cari perhatian di depan guru. Membuat kalian ilfeel dan hilang respek. Jadi, aku punya alasan tertentu yah.
Tidak hanya itu, dia juga sering menggangguku tanpa alasan yang jelas. Seperti pura-pura berjalan ke arahku lalu dengan sengaja manarik ujung rambutku. Atau, ketika berjalan ke kantin, dia tiba-tiba merangkulku dan membawaku berjalan cepat. Menarik perhatian banyak orang dan jelas saja hal ini membuat aku tidak suka.
Emh sebelumnya, dia adalah seorang pria yang menurut teman-teman cewek di kelasku, termasuk kategori pria yang tampan. Oke, aku mengakuinya. Tetapi, dia yang namanya bahkan sangat malas aku sebut sungguh membuat aku ilfeel tak karuan.
Bahkan pernah saat itu, ketika kelas olahraga, Pak Rambo yang adalah guru olehraga meminta kami berdua mengambil bola basket di ruang olahraga. Dia yang memang suka di sruh-suruh tentu akan menerima tugas ini dengan senang hati. Tetapi ini aku?
Tipikal cewek paling mager dengan olahraga tiba-tiba di suruh tentu saja aku langsung menghela nafas. Tetapi sialnya, aku salah karena menghela nafas di depan Pak Rambo. Awalnya pak Rambo tentu saja merasa aku tidak sopan, tetapi sebelum melanjutkan celoteh panjangnya, Dia menarikku, ahk lebih tepatnya menyeretku menuju ruang olahraga.
Sampai di depan ruang olahraga, dia mendorong kedua bahuku dari belakang-aku membuka pintu dengan malas dan berjalan masuk. Tetapi cengkramannya di kedua bahuku perlahan mengurang, dia berhenti membua aku menyerngitkan kening dan berbalik. Namun kalian tahu, tepat ketika aku berbalik dia sudah memakai topeng yang jelas saja aku tidak tahu dari mana topeng menyeramkan itu berasal.
Aku berteriak kencang, menutup mataku, tiba-tiba terduduk karena tungkai kakiku melemas. Aku menangis, jujur saja aku takut. Sebenarnya tidak sepenuhnya karena topeng menyeramkan itu, melaikan karena fakta ruang olahraga yang memang cukup angker dengan cerita-cerita horor yang menyeramkan.
"Ehk, aku Cuma bercanda... jangan nangis dong,"
Dia ikut berjongkok di depanku, mencoba menenangkan aku yang jelas saja tidak akan tenang dengan mudah.
"Jangan nangis dong, La." Suaranya melemah, emh... untuk pertama kalinya aku mendengar suaranya yang melemah, biasanya dia sangat suka berteriak, mengoceh panjang lebar, dan lain sebagainya.
Aku mengangkat kepalaku dan kembali berteriak, yang benar saja! dia menenangkan aku dengan topeng menyeramkan yang masih melekat sempurna di wajahnya.
"Ehk-ehk maaf, ini udah di lepas." Dia tergugup dan buru-buru menyembunyikan topeng itu di belakangnya.
"Gak lucu yah," aku bangkit dan meninggalkannya begitu saja.
UKS adalah tempat terakhirku, meninggalkan jam olahraga dengan alasan sakit cukup tepat. Aku membaringkan tubuhku dan mengelurkan segala umpatan kepada dia. Aargh yang benar saja, kenapa sih dia begitu? Sudah caper, sok banget, sok dekat, dan sekarang berani mengerjaiku.
Minggu-minggu berikutnya aku merasa sangat tenang, entah angin apa yang membuatnya tidak lagi bersikap menyebalkan. Bahkan dia yang tidak pernah absen sekalipun tiba-tiba hanya hadir dengan perwakilan sebuah surat yang menyatakan dirinya tidak bisa hadir karena sakit gigi. Sudah aku duga, dia tidak menyebalkan karena sakit gigi.
Benar saja, setelah giginya sembuh dia kembali bersikap menyebalkan. Tetapi aku masih merasa sedikit asing, dia tidak semenyebalkan dulu. Emh... perubahan yang bagus pikirku saat itu. Bahkan sekedar menarik ujung rambutku saja tidak lagi.
Begitu selanjutnya, aku jadi berpikir dia menghindariku?
Menurut kalian bagaimana?
Ternyata benar dia menghindariku, tetapi---biar aku beri tahu, cara dia menghindariku mengapa jelas sekali? Seperti ketika kami saling beradu pandang, tiba-tiba dia mengalihkan wajahnya sambil mengeluarkkan suara "euhk". Seolah-olah memang sengaja menghindariku dengan cara yang anak-anak sekali!
Tidak hanya itu, ketika kami berpapasan. Dia memilih memutar sambil membuang muka seperti yang aku katakan sebelumnya.
YAH LORD TOLONG BERI HIDAYAH KEPADANYA!
Sampai akhirnya aku tidak tahan lagi dengan sifatnya yang sungguh-sungguh lebih menyebalkan ketimbang sebelumnya. Aku menarik tangannya ketika dia lagi-lagi berusaha menghindar saat berpapasan.
"Kamu mau aku pukul?"
"Dih galak," ujarnya dengan bibir mengerucut. Sok imut heh!
"Mulutnya biasa aja, mau di setrika?"
"Yah enggak,"
"Makanya mulutnya biasa aja dan lagi jangan sok-sok ngehindari aku dengan cara kaya' gitu! Apaan coba, berasa di hindari sama bocah SD."
Dia tertawa kecil tanpa mengalihkan pandangnya dari mataku, membuat aku tertegun sejenak. Heh apaan ini!
"Gak usah ketawa!" ujarku cepat.
"Jangan marah-marah dong,"
"Bodoh amat. Bye!" aku hendak meninggalkannya namun dia malah mendorong bahuku seperti biasa sambil berkata, "Jangan marah-marah terus, buat kemaren aku minta maaf yah..."
Aku terdiam beberapa saat kemudian berhenti dan berbalik, sedikit mengangkat wajah untuk dapat menatap matanya.
"Aku maafin, tapi kemana dua hari gak sekolah kemaren? Masa iya karena sakit gigi? Lemah amat!"
"Ehk? Kok sakit gigi?" tanyanya bingung.
"Iya bambang! Sakit gigi, di suratnya dibuat gitu."
"Aku bukan sakit gigi, tapi perawatan gigi. Nih lihat," serunhya sambil menunjukkan deretan gigi yang memang terlihat lebih putih dari biasanya.
Aku menggelengkan kepala tidak percaya.
Kenapa aku harus bertanya dia kemana?
Tetapi kalian tahu, awalnya aku memang memebencinya. Jika dulu di tanya apa yang paling aku inginkan di kelas, jawabanku hanya satu agar dia di pindahkan dari kelas itu. Tetapi sekarang berbeda, tiba-tiba saja aku jadi dekat dengannya. Bahkan ketika tidak melihatnya caper aku langsung bertanya, "Tumben gak nanya-nanya lagi?"
Dan dengan sombongnya dia menjawab, "Skip, aku udah paham."
Atau ketika melihatnya ke kantin tanpa mengajakku, aku langsung menatap lesuh punggungnya yang menjauh. Ahk, bukan karena aku tidak punya teman. Tetapi seperti hanya dengannya aku bersikap seperti diriku, bukan berpura-pura.
Aku membenci dulu, tetapi sekarang rasanya ingin selalu melihatnya dengan segala capernya, dengan SKSD-nya, dan segala tingkah menyebalkannya. Bukan, bukan karena aku menyukai dirinya. Aku hanya merasa nyaman dengannya. Itu saja---atau mungkinn benar, aku mempunyai rasa padanya.
Aku sering mendengar benci jadi cinta.
Tapi jujur yah, aku tidak mencintainya. Suka aja deh jangan cinta.
Tetapi intinya aku yang dulu tidak suka dia ada di dekatku, sekarang ingin melakukan berbagai hal bersama dengannya. Agak menggelikan sih, tetapi yang aku rasakan begini. Uhk bagaimana dong?
Kena karma nih aku ceritanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H