Dalam Bahasa Jawa, lethek berarti kotor. Nama ini merujuk pada warna mie yang terlihat kecoklatan jika dibandingkan dengan mie berbahan terigu. Tapi jangan khawatir dulu, penamaan lethek yang satu ini tidak ada kaitannya dengan kebersihan di sepanjang proses pembuatannya.
Warna coklat muda pada mie lethek dipengaruhi oleh perpaduan bahan dasar mie yang berupa gaplek (potongan singkong yang telah dikeringkan) dan tepung tapioka. Selain perihal bahan dan citarasa kenyal yang ditimbulkan, proses pembuatan mie lethek acap kali mencuri perhatian para wisatawan. Pasalnya pembuatan mie singkong yang satu ini masih dilakukan secara tradisional dengan melibatkan tenaga sapi.
Meski demikian, perihal higienitas tidak perlu diragukan. Buktinya usaha rumahan dari Srandakan ini masih kuat bertahan meski digempur ketatnya persaingan berbagai jenis mie khas nusantara lainnya.
Biasanya mie unik yang satu ini menjadi menu andalan di sepanjang warung mie lethek di kawasan Srandakan, Kabupaten Bantul. Sayangnya saat pandemi mulai menjangkiti, perlahan warung-warung tersebut jadi sepi pembeli.
Sejak saat itu, saya kerap mengirimkan paket-paket kebahagian meski hanya berisikan makanan dan ucapan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Tidak disangka, hal-hal kecil semacam ini ternyata berpengaruh besar pada kehidupan inner circle saya.
Ada teman yang tetiba tergerak mencari pertolongan untuk meringankan beban dirinya dengan bercerita terkait beban hidup yang dialami semenjak pandemi. Ada yang tetiba merasa bahagia usai membuka bolen pisang buatan teman sehingga ia merasa tidak sendiri dalam menjalani kehidupan di tengah pandemi.
Ada pula kawan yang berakhir sebagai rekan kerja dengan segudang rencana kerjasama. Semua tidak luput dari peran serta JNE yang setia melayani  di tengah situasi pandemi.
***
Kabar baiknya, situasi genting semacam ini ternyata banyak terbantu dengan layanan ekspedisi yang mumpuni.