Mohon tunggu...
Retno Septyorini
Retno Septyorini Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan, sering jalan ^^

Content Creator // Spesialis Media IKKON BEKRAF 2017 // Bisa dijumpai di @retnoseptyorini dan www.retnoseptyorini.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Go-Food dan Nasi Goreng Terenak di Dunia

3 Juni 2018   23:37 Diperbarui: 4 Juni 2018   00:15 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi Goreng Terenak di Dunia (Dokpri)

"Habis lembur dapat menyantap nasi goreng seafood khas Banjarmasin adalah surga! Waktu dibuka penutupnya saja paduan aroma rempah yang keluar lewat uap panas dari nasi pasti sukses bikin "perut meleleh". Berpuluh kali menyantap masakan ini, tidak sekalipun kata bosan terlintas di dipikiran saya. Apalagi kalau sesendok nasi sudah mendarat di lidah. Rasanya tuh nggak pengen ada kata udahan saja".

***

"Bunda, Bundaaaaa!".

"Bundaaaaaaaaaaaaaaa!!".

Teriak Al, kawan satu mess saya saat bekerja di Banjarmasin dari ruang kerja di depan, berlanjut ke lorong yang berakhir di belokan kamarnya yang berada di posisi paling ujung. Usai mengambil uang, ia pun keluar lagi menuju ruang kerja sembari menyebut kata yang sama: "Bunda, Bundaaaaa! Yang mau nge-Bunda cepetan keluar ya!".

Bunda merupakan kode khusus yang kerap diucapkan anggota tim kami untuk mencari teman makan saat lapar melanda di tengah malam. Selain itu, Bunda merupakan nama kedai andalan di dekat mess (jaraknya kurang lebih satu kilometer saja) yang menyediakan makanan yang enak di perut, juga enak di kantong.

Sebagai anak rantau yang tinggal di mess tanpa dapur, meski ada jatah nasi kotak, kalau lapar di tengah malam itu pengennya makan yang anget-anget gitu. Yang penting bisa ganti suasana lidah tapi kalau bisa tetap cari kudapan yang murah meriah saja, hehe.

***

Biasanya sih tidak semua anggota tim akan menyahut teriakan "Bunda" yang terucap hampir setiap malam itu. Hanya orang yang benar-benar lapar saja yang mendekati teman yang berteriak "Bundaaaa" untuk memesan kudapan melalui aplikasi pesan kuliner kesayangan kita semua, Go-Food.

Anak rantau pasti paham lah dengan hal-hal beginian. Kalau pesannya bareng-bareng kan bisa berbagi ongkir sehingga bisa menekan pengeluaran harian. Namanya juga anak rantau, segala pengeluaran harian wajib diperhitungkan dengan baik, bukan?

Baru kalau teriakan "Bunda dataaaaaang!" mulai terdengar, yang tidak memesan makanan pun kadang ikutan nimbrung ke dapan untuk icip-icip pesanan.

Saya percaya istilah bahwa di tanah rantau itu rekan kerja kerap kali bisa menjelma menjadi saudara. Tim saya contohnya. Pesan apapun juga, nyantapnya tetap di ruang kerja. Biar bisa dinikmati rame-rame.

Kadang ada pula yang sengaja memesan makanan via Go-Food meski si dia nggak lapar-lapar amat lho! Pesennya juga tidak setengah porsi, tapi porsi biasa.

Setelah diamati berkali-kali didapati fakta yang cukup membuat saya merasa bahagia berada di tengah-tengah mereka.

"Pesannya tetap utuh biar bisa membagi setengah porsi kudapan untuk disantap yang lainnya".

Jadi benar-benar merasa punya keluarga baru di sana. Barengnya lima bulan saja, bersaudara selama-lamanya! Begitu kira-kira.

***

Saya yakin, aplikasi pesan makanan via Go-Food tidak hanya menjadi andalan saat lapar mendadak tapi males gerak, namun jauh dari itu, diakui atau tidak, selain membawa dampak positif bagi wirausahawan yang merintis di bidang kuliner (utamanya bagi pedagang baru yang belum punya modal untuk menyewa lahan berukuran besar), Go-Food menjadi saksi bisu berjuta kebaikan dari orang-orang yang tak mau disebutkan namanya. Kisah kawan saya tadi misalnya.

Kisah Go Food dan Nasi Goreng Terenak di Dunia

Nasi Goreng Terenak di Dunia (Dokpri)
Nasi Goreng Terenak di Dunia (Dokpri)

Sebagai anak rantau, tentu saya, juga beberapa kawan cukup kepo untuk mencicipi aneka rupa kudapan khas Tanah Banua (sebutan lain untuk Banjarmasin) mulai dari wadainya (kue), pentolnya, rujaknya hingga berbagai kuliner khas Banjar yang disajikan bersama olahan berbahan dasar beras gambut seperti soto banjar, lontong orari, kupat kandangan, nasi kuning dan tentu saja olahan nasi goreng yang tidak ada duanya itu.

Nasi goreng Banjar memang beda. Saking spesialnya, hal ini bisa terdeteksi sejak pertemuan alias suapan pertama. Ini seriusan lho ya! Dan sayangnya bukan dalam rangka diendorse juga^^

Bagi saya pribadi, pun sebagian besar kawan satu tim yang pernah nyicip nasi goreng Banjar, bisa dipastikan pesannya tidak cuma sekali. Kalau lapar di lain hari, biasanya balik lagi untuk nyicip nasi goreng ini.

Sebagian ada yang fanatik dengan rasa tertentu. Misalnya pertama kali mencicipi nasi goreng petai, selama di Banjarmasin pesen itu melulu. Sedangkan sebagian yang lain merupakan tipikal kepo. Pesennya sih tetap nasi goreng, enak soalnya! Cuma varian nasi gorengnya saja yang berbeda.

Misalnya malam ini pesan nasi goreng petai, besoknya nasi goreng seafood, lusa pesennya nasi goreng ayam dan seterusnya. Dalam hal ini saya masuk tim kedua. Tim yang apapun pesanannya, yang penting beda toppingnya. Biar lidah kaya akan cerita. Maklum saja, selain senang diceritani, pada dasarnya saya juga senang bercerita, ehehe.

Secuil Cerita Bersama Go Food (Dokpri)
Secuil Cerita Bersama Go Food (Dokpri)
Suatu malam di akhir Bulan Oktober, Go-Pay saya lah yang masih ada isinya. Jadilah tabiat pesan kuliner malamnya pakai akun saya. Seingat saya saya pesan nasi goreng seafood, sedangkan kawan saya pesan fuyunghai. Seperti biasa, sekitar setengah jam kemudian pesanan datang tanpa kekurangan.

Habis lembur dapat menyantap nasi goreng seafood khas Banjarmasin adalah surga! Waktu dibuka penutupnya saja paduan aroma rempah yang keluar lewat uap panas dari nasi pasti sukses bikin "perut meleleh". Berpuluh kali menyantap masakan ini, tidak sekalipun kata bosan terlintas di dipikiran saya. Apalagi kalau sesendok nasi sudah mendarat di lidah. Rasanya tuh nggak pengen ada kata udahan saja.

Sampai suatu hari saya jadi kepikiran, kenapa nasi goreng di sini itu enaknya kebangetan ya? Setelah berpuluh kali nyicip nasi goreng di Banjarmasin, barulah terkuak beberapa fakta menarik seputar menu idola kami ini.

Pertama, nasi goreng Banjar itu pakai beras gambut. Selain bertekstur empuk tapi tidak mblenyek, beras gambut itu tipikal beras yang kepyar sehingga sangat cocok jika diolah menjadi nasi goreng. Konon katanya, semakin lama disimpan beras gambut akan semakin mahal. Kenapa? Selain lebih kepyar, juga lebih enak.

Tekstur beras kepyar yang dimasak empuk ini dapat menyerap bumbu dengan baik. Menariknya, meski bumbunya nggak pekat-pekat amat, tetap tercipta rasa nasi goreng yang tidak ada duanya. Ini baru masalah penggunaan bumbunya ya. Soalnya kawan saya kerap memesan telur terpisah (jadi nasi gorengnya nggak pakai telur), setelah saya cicipi, rasanya tetap enak lho!

Ketiga, campuran toppingnya juga nggak pelit-pelit amat. Kalau pesan nasi goreng ayam itu suwiran ayamnya nggak yang mungil-mungil gitu lho, tapi suwirannya terbilang cukup besar dan melimpah. Begitu pula kalau pesan jenis nasi goreng lainnya seperti nasi goreng petai ataupun nasi goreng seafood.

Saya lupa berapa varian nasi goreng yang tersedia di Kedai Bunda, yang jelas tim saya sering pesannya yang nasi goreng petai, ayam dan seafood. Kalau favorit saya sih yang nasi goreng bertabur potongan udang dan cumi yang melimpah alias nasi goreng seafood. Untuk soal harga, nggak usah khawatir deh soalnya harganya sebelas dua belas kok sama nasi goreng di Jawa.

Suasana Kampung Baras Muara Kalayan Dipotret Dari Belakang Rumah Warga (Dokpri)
Suasana Kampung Baras Muara Kalayan Dipotret Dari Belakang Rumah Warga (Dokpri)
Saking enaknya nasi goreng ini, saya sampai kepo buat cari info sampai ke "gudang berasnya" Banjarmasin lho!

Jadi Banjarmasin itu terdiri atas kampung-kampung tua yang luar biasa uniknya. Salah satunya adalah kawasan gudang beras bernama Kampung Baras Muara Kalayan. Sesuai dengan namanya, kampung ini menjadi sentra perdagangan beras di seantero Banjarmasin. Jadi kalau mau kulakan beras ya di Kampung Baras Muara Kalayan inilah tempatnya.

Jangan dibayangkan Kampung Baras Muara Kalayan itu sebagai kampung dengan deretan toko beras saja ya. Soalnya ada cerita, pun pemandangan menarik yang teruntai dibalik deretan toko beras di kampung unik ini.

Selain karena lanskap kota yang dialiri ratusan sungai dank anal, jalan antar ruko di kawasan ini tidak bisa dilalui truk-truk berukuran besar. Alasan inilah yang membuat distribusi beras gambut dari petani, baik yang berada di Banjarbaru maupun yang berasal dari berbagai lumbung padi di sekitar Banjarmasin akan didistribusikan melalui klotok-klotok khusus.

Kabar baiknya saya pernah berkesempatan memotret aktivitas pendistribusian beras dari balik rumah salah satu penduduk Kampung Baras Muara Kalayan yang baik hatinya. Cerita di atas pun saya peroleh dari tuan rumah yang saya sambangi siang itu. Sayang saya lupa siapa namanya.

Bagi saya pribadi Go-Food bukan sekedar layanan antar makanan semata. Berkat kemudahan dalam penggunaan aplikasi ini saya jadi bisa menikmati nasi goreng terenak di dunia versi lidah saya, kapan pun, dimana pun. Kini, habis lembur nggak perlu kelayapan untuk sekedar cari makan di luaran. Tinggal klik, klik, klik, beres.

Saya yakin, ada berbagai kebaikan, juga kebahagiaan yang setiap hari diantar oleh para driver Go-Food yang tersebar di berbagai penjuru negeri ini.

Ini cerita menarik saya, bagaimana dengan Anda?

Salam hangat dari Jogja,

-Retno-

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun