"Aku bisa apa Naya? Orang tuamu sudah menerima lamaran Edo untukmu. Tolong kamu jelaskan kita ini sedang apa? Dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk bersama"
"Bram, aku sudah sangat bersabar menunggu kepastian darimu. Berulang kali aku bertanya kapan datang bertemu dengan orang tua ku, ternyata kamu tak cukup nyali untuk itu? Aku ini perempuan, dua tahun bersama artinya kau sudah mengenal ku dengan cukup. Lalu kau hanya menyanggupiku sebatas pacar. Aku ini perempuan, aku ingin kepastian darimu"
"Bahasa apalagi yang harus kuucapkan padamu Nay? Aku akan datang kepada orang tuamu jika waktunya sudah tepat. Aku janji untuk itu"
"Waktu yang tepat menurutmu, bukan menurut ku. Hubungan itu berdua Bram, bukan sendiri. Aku tak tau kapan waktu yang tepat menurutmu itu. Aku rasa ini memang jalan terbaik untuk hubungan ini. Jangan ada kata kita lagi. Aku sudah cukup sabar menunggu Bram. Terima kasih untuk cinta terbaik darimu"
"Nay, kamu masih ingat dengan pertanyaanmu dulu? Kamu bertanya  jika nanti kamu tidak lagi mencintaiku, apa yang akan aku lakukan?  Saat itu aku menjawabnya bahwa aku akan membuat kamu mencintaiku lagi. Namun untuk perihal yang satu ini, aku harus mengingkarinya. Sekeras apapun aku berusaha untuk membuatmu jatuh cinta lagi, kau tetap akan bersama Edo kan"
"Bram, maafkan aku"
"Aku maafkan Nay, dengan ketidakikhlasanku"
"Bram maafkan aku. Maaf"
===================================================================
Hari hari berlalu, lamaran Edo terus berlanjut. Keluarga besar telah berkumpul untuk menentukan tanggal pernikahan. Di kamarnya Naya masih tidak mampu menjelaskan perasaan apa yang sedang berkecamuk di hatinya. Bukan bahagia, namun bukan juga kesedihan. Naya ingin menangis, namun tidak bisa. Naya hanya sering mematung sendiri di depan cermin kamarnya.
"Ada apa Naya? Kamu masih kepikiran dengan Bram?"
"Bu, Naya merasa sangat jahat dengan mas Bram. Naya meninggalkan dia lalu menerima lamaran mas Edo. Naya seharusnya bagaimana bu?"
"Nay, jodoh rezeki dan kematian itu adalah rahasia semesta. Kamu tidak salah apa-apa dalam hal ini. Coba berdoa dan mohon diberi petunjuk dari Tuhan"
"Bu, terima kasih untuk semuanya"
"sama-sama Naya, kamu harus siap-siap, keluarga Edo akan tiba sebentar lagi"
"Baik bu"
Secarik kertas di atas meja rias, dan Naya mulai merangkai kata :
"Dear Mas Bram
Aku selalu berdoa agar mas diberikan kesehatan. Aku sedang tidak bisa berpikir jernih. Surat ini kutuliskan dengan hati-hati, mohon maaf untuk kata-kata selanjutnya. Mas, hari ini penentuan tanggal pernikahan antara  aku dan mas Edo. Aku belum mampu mengatakan bahwa aku mencintai Edo. Aku masih mencintaimu. Hanya saja kamu harus tau, pernikahan bukan hanya tentang cinta saja. Aku melihatmu sebagai laki laki yang gila kerja. Kau korbankan cintamu demi karir dan demi prinsip hidupmu itu. Kau sedang membangun istana tanpa penghuni mas.Â
Kau kumpulkan uang-uang itu dengan melepaskan satu persatu cinta di dekatmu. Aku bertanya, kapan terakhir kali kamu hadir di hari-hari terbaiku? Bahkan dua kali ulang tahunku kau tidak pernah ada. Hanya uang-uang dan uang yang kau pikirkan. Jangan katakan bahwa ini adalah untukku, untuk masa depan yang kau idam idamkan itu. Aku sedang tidak tergiur dengan masa depan impianmu itu. Semuanya hanya mengaburkan masa depanku. Aku sedang tidak berpikir jernih mas, maafkan aku. Semoga wanita terbaik yang kelak menemanimu.
                                                 - Naya
Naya melipat surat itu lalu menitipkan pada adiknya Rena. Sedikit tenang perasaannya, Naya bisa menjelaskan apa yang membuatnya memilih Edo. Ketukan pintu kamar sekaligus memanggil Naya untuk keluar dan bertemu dengan keluarga Edo. Â Sore itu Edo mengajak Naya untuk berbicara hanya berdua saja. Naya memilih tempat di kolam samping rumahnya yang cukup teduh.
"Naya, kamu tau kan ini murni adalah perjodohan. Aku belum mengenalmu terlalu dalam. Lalu mengapa kamu mau menerima ku?"
"Mas, aku sedang memikirkan pernikahan yang indah. Aku bisa hidup bahagia dengan suami dan anak-anakku. Yang aku tau kamu adalah laki laki yang bertanggung jawab, dan aku percaya kamu bisa memberikan pernikahan yang indah itu"
"Bagaimana jika kenyataannya kamu tidak merasa bahagia denganku Naya?"
"Aku akan membuat kebahagian itu ada mas"
"Bagaimana dengan masa lalumu Naya?"
"Aku sudah tidak bersamanya. Aku tidak menemukan sedikitpun bayangan pernikahan yang indah bersamanya. Dua tahun bersamanya hanyalah usaha menunda perpisahan. Kurasa kita tidak perlu menceritakan tentang masa lalu mas"
"Baiklah Nay, Aku mencintaimu juga pikiranmu"
"terima kasih mas"
===================================================================
Surat Naya untuk Bram sampai tepat waktu. Karena surat itu, Bram terdengar melamar Ayu. Teman sekelasnya sewaktu SMA dulu. Cinta kadang begitu, dia tak ingin menunggu lama. Semua adalah pilihan, Jika Naya memilih tetap bersama Bram, bisa saja tidak akan ada dua pernikahan dalam waktu satu tahun ini.
Liria Lase
Pasar Usang,
01 Juli 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H