Apa betul guru sudah benar-benar makmur sehingga muncul pemeo, "Wah, enaknya jadi guru ?"
Pemeo ini kerap diungkapkan oleh pegawai bukan guru saat melihat berbagai kemudahan dan beragam tambahan rezeki yang diterima oleh guru.Â
Kemudahan yang diterima antara lain kenaikan pangkat cepat, jumlah hari libur banyak, jam kerja pendek, dan lain-lain.
Sementara tambahan rezeki yang diterima meliputi tunjangan funsional, tunjangan profesi, tunjangan tambahan penghasilan, bahkan ada daerah yang memberikan transport dan uang makan.
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 tahun 2019 tentang Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, dengan jabatan fungsional yang dimiliki memungkinkan guru dapat naik pangkat setiap dua tahun sekali. Enaknya, kenaikan pangkat ini tidak terpengaruh dengan pangkat dan jabatan atasannya.Â
Meskipun kepala sekolah baru berpangkat/ golongan III/d, guru yang aktif dan kreatif dapat melaju ke IV/b dan selebihnya. Ini berbeda dengan pegawai di lingkup struktural yang sangat bergantung dengan pangkat dan golongan atasan langsungnya.
Jumlah hari libur guru juga menggiurkan. Hari libur guru mengikuti hari libur siswa. Jumlahnya sangat banyak. Bisa dihitung jika dalam satu semester ada 3 minggu hari libur, maka dalam setahun ada 6 minggu hari libur.Â
Ini belum termasuk libur puasa Ramadhan, libur Idul Fitri, dan hari-hari tidak efektif pada awal dan akhir tahun pelajaran. Masih ditambah dengan cuti dan izin tidak masuk.
Terkait tambahan penghasilan, yang sangat mencolok adalah pemberian tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Tunjangan ini sangat signifikan untuk mengangkat pendapatan guru. Ini merupakan konskuensi dari lahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut guru diposisikan sebagai suatu profesi sebagaimana profesi dokter, hakim, jaksa, akuntan dan profesi-profesi lain yang mendapat penghargaan sepadan dengan profesinya.Â