Mohon tunggu...
Reza Pratama Nugraha
Reza Pratama Nugraha Mohon Tunggu... -

A biologist, hobby membaca, suka berkhayal, dan ditumpahkan ke dalam tulisan dan gambar | illustrasi : http://liopolt09.deviantart.com/ |Blog: http://catatansikurakura.blogspot.co.id/ | Email : Liopolt09@gmail.com | Biologi Unsoed '13

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sarang Peluru

22 Juni 2016   00:46 Diperbarui: 22 Juni 2016   00:58 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tentu saja, berapa kali dia menghadap teroris, musuh politik, psikopat, et cetera. Dia tidak begitu tahu bahwa diriku hanya sekedar pembunuh tengik kacangan. Bahkan dari apa yang kuterangkan, dia tidak benar-benar mendengar, bohong mungkin dikira. Muka kampungan seperti ini. 

“Bapak siapa namanya?” Kini aku yang bertanya.

Wajahnya berubah, dia tidak senang dengan pertanyaanku. Memang, untuk apa orang yang akan mati beberapa menit lagi bertanya soal nama orang asing. Ah, sekali lagi ekspresinya berubah menjadi lembut, kupikir, dia kini berpikir biar saja. Tidak jadi penting, sosok didepannya hanyalah pasir, sebutir pasir dari panjang eksistensinya di jalur waktu pada presepsi kosmos. Sebuah jawaban tidak penting ini tentu tidak jadi persoalan seharusnya, tidak perlu panjang berpikir untuk apa, dan apa pentingnya. Hanya perihal gerakan lidah, dan udara yang menghempas dari pita suara.

“Ricky Kinanti Sulistyo”

“Bagus namanya, kayak aku yang artinya laki-laki yang setia, nama kita ini doa. Oh masih berapa menit lagi ini?”

“1 menit”

“Ah, bisalah kucerita sedikit. Aku ini hampir kayak kamu, dokter, masih masa calon dokter di daerah terpencil. Jatuh cinta sama gadis kampung genit punya selangkangan, disini akhirnya aku berada. Tolol memang, tiap hari belajar dari belum TK sampe sini, gak ada duit buat main, kupelotot buku-buku, sampe pemerintahan runtuh sama mahasiswa, sampe pemerintah punya lagi pemimpin korup lainnya, kuhiraukan dan tetep kupelotot ini buku, biar sukses, biar sentosa. Lalu apa? Aku jatuh sama selangkangan toh, sama nafsu. Kurelakan eksistensi sekali ini demi sifat primitif, jauh dari dunia manusia, aku jadi binatang. Aih, mungkin bukan aku saja. Matamu itu tahu lebih banyak dari aku perihal ini.”

“Ya, pak. Em, pak polisi tolong.”

Dua pria ini menarik bahuku, mendekapnya di antara dada-dada mereka yang tegap. Kulihat jam, sudah lewat 15 detik, dokter ini masih baik biarkan aku bicara.

“Jadi dok, sama kalian, dua polisi yang nguping dari tadi. Kalian lebih tahu dariku, dengar ucapan pria-pria yang menghadapi ajalnya. Mereka bisa jadi seperti api di korek yang benar-benar memakai batangnya sampai habis. Tapi bisa kasusnya sepertiku, menyia-nyiakan ruh yang ditiupkan kepadanya, menyia-nyiakan perjuangan ibu-bapak mereka, dapat mereka kebijaksanaan hidup dekat mereka mati. Tapi lebih baik seperti itu, setidak-tidaknya tahu walau telat daripada tidak tahu sama sekali!”

“Terima kasih pak atas petuahnya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun