Seorang ilmuwan, Bertrand Russle, dalam bukunya The ABC of Relativity memberi contoh berikut:
"Pendapat awam membayangkan bahwa ketika kita melihat meja, kita melihat meja. Ini adalah delusi kasar. Ketika awam melihat meja, sebuah gelombang cahaya mencapai mata, kemudian diasosiasikan dengan sensasi sentuhan dalam pengalaman sebelumnya, dan juga dari pengakuan orang lain yang juga melihat meja itu, maka dianggaplah bahwa kita bisa benar-benar menemukan meja (jika memang meja itu ada). Kejadiannya adalah: Gelombang cahaya menyentuh mata, menimbulkan keadaan tertentu di mata kita. Keadaan itu kemudian menyebabkan keadaan-keadaan lain di dalam otak kita, dan kemudian kita menyangka melihat meja, meskipun sebenarnya mungkin saja keadaan-keadaan itu dapat terjadi tanpa benar-benar ada meja di sana."
Proses mendengar juga tidak berbeda dengan yang lain. Gelombang bunyi mencapai telinga kemudian dikonversikan ke dalam sinyal-sinyal elektrik dan dibawa oleh sel saraf ke pusat pendengaran. Sebagaimana dengan mekanisme 'melihat' tadi, yang sampai ke otak adalah sinyal-sinyal elektrik yang merupakan copy gelombang bunyi tadi.
Fakta yang berhubungan dengan penglihatan ini ternyata juga sama pada indera-indera yang lain. Kita mencium sinyal-sinyal elektrik, mendengar sinyal-sinyal elektrik, termasuk kita mengecap sinyal-sinyal elektrik saat makan.
Sejauh ini, jelaslah bahwa semua objek yang kita lihat, sentuh dan raba, cuma sinyal-sinyal yang diproduksi dan diinterpretasikan di dalam otak kita.
Dengan demikian, "dunia luar" yang diperkenalkan kepada kita oleh indera kita, adalah sekumpulan copy berbentuk sinyal elektrik semata. Otak kita, sepanjang hidupnya, memproses dan mengevaluasi copy-copy ini.
Kita selama ini percaya bahwa kita terhubungkan dengan objek yang "sesungguhnya", tapi ternyata kita hanya berhubungan dengan copy dari image-image objek. Tanpa kita pernah tahu apakah objek/benda itu memang benar-benar ada !!!
Pembahasan kita tidak berhenti hanya sampai di sini. Jika sekarang telah terbukti bahwa apa yang kita lihat, dengar, pegang, dan kecap dengan seluruh indera kita ternyata tidak lebih dari sekumpulan sinyal-sinyal elektrik yang dipersepsikan oleh otak. Lalu bagaimana sebenarnya dengan otak kita sendiri? Bukan kah otak kita juga merupakan wujud dari objek/benda/materi?
Sebagai ilustasi, sekarang mari kita anggap bahwa kita dapat memanjangkan saraf-saraf antara mata dengan pusat penglihatan di otak kita. Lalu kita dapat mengeluarkan otak kita tepat di depan mata kita dengan kondisi saraf-saraf penghubung organ mata dengan otak masih berfungsi normal. Bukankah dengan begitu kita juga dapat melihat otak kita sendiri? Dengan demikian, sama halnya dengan benda-benda atau materi yang lainnya. Otak kita juga memang tidak berbeda dengan materi yang selama ini kita lihat atau indera. Otak juga adalah materi yang terlihat seolah-olah memiliki wujud seperti yang kita lihat.
Dengan demikian semakin jelas, bahwa apa yang kita lihat, cium, rasakan, dengan segala indera yang kita miliki dalam tubuh sebenarnya tidak lebih daripada interpetasi otak sendiri terhadap benda-benda tersebut. Kita tidak pernah tahu secara pasti bagaimana sebenarnya wujud atau keberadaan benda-benda di sekitar kita karena yang kita lihat adalah hanya bentuk intepretasi dari otak. Secara sederhana dapat kita anggap bahwa dalam otak telah dimuat segala macam informasi yang mirip seperti sebuah super komputer yang sangat canggih. Di dalamnya terdapat berbagai macam data dan software yang sewaktu-waktu dapat kita panggil atau tampilkan sesuai dengan yang kita inginkan. Allah lah yang membuat dan mendesain software, data-data, serta segala sesuatu yang terkait dengannya, sedangkan kita hanya bisa menggunakan tanpa bisa mengubah. Dengan demikian, tentu kita hanya tahu sebatas apa yang telah ada dalam desain tersebut, tanpa pernah tahu proses kerja pembuatan software tersebut, apalagi ada rahasia apa di baliknya. Sebagai contoh lagi, kita melihat bahwa batu itu bentuknya ada yang lonjong, bulat, atau kisut karena memang otak kita menerjemahkan bahwa bentuk batu tersebut seperti itu. Tapi sekali lagi, tanpa kita pernah tahu apakah bentuk original dari batu itu memang seperti itu?! Bahkan secara ekstrim dapat juga saya simpulkan bahwa sebenarnya bukan kita yang ada di dalam alam semesta, melainkan alam semesta lah yang ada di dalam otak kita! Otak kita sendiri lah yang selama ini menciptakan berbagai intepretasi tentang "dunia luar" yang ada di sekitar kita.
Rasanya hampir lucu sekali ketika saya katakan bahwa selama ini kita hidup dalam dunia yang sebenarnya dibentuk oleh otak kita sendiri. Tapi memang begitulah fakta yang sebenarnya terjadi.