Aku ingat lagu itu sering kami nyanyikan di sela praktek ketrampilan elektronika. Aku terkesiap. Di depan Laptop tanpa sadar aku nyungir. Jika kenangan itu sempurna terputar, sebenarnya saat SMP dulu dialah "teman" yang lembut dan lengkap. Dia bisa nyinyir, bisa imut kekanakan, tapi juga bisa dewasa melampaui usianya.Â
[Hal itu juga yang membuatnya dengan berbisik  berkata kepadaku sambil cengengesan, bahwa tepat setelah pengumuman kelulusan SMP dia membuat tatto mungil di salah satu mata kakinya. Sayangnya hingga perpisahan sekolah kami, mata kakinya yang jenjang selalu tertutup kaos kaki. Bahkan setahun kemudian seusai dia pindah ke Jakarta]Â
"Eh... aku nggak pernah tahu lo." Â Aku masih tetap tak merasa pastiÂ
"Halah.... Dulu aku serius. Masih ada, " Dia tetep ngeyel. Mungkin benar dia melakukannya.Â
"Lha kamu aneh. Kaki bagus-bagus malah ditato. "
"Boleh ya ?"Â
"Kok minta ijin aku ? Gambar apa ta An ? " rasanya kepo jugaÂ
"He...he... he..., "Â
Aku bayangkan  dia cengengesan sambil menggosoki ujung hidungnya yang mancung dan jemari tangan satunya iseng memilin rambutnya yang keriting kecil.  Persis seperti saat kami berpapasan di lorong sekolah yang membentuk huruf U.... Duluu sekali. Bedanya saat sekolah rok warna drilnya tak jarang dikibas-kibaskan sambil menjauhiku.Â
Dan sejak itu tak ada lagi pesan yang terkirim. Persis seperti terminal tua yang dulu pernah menjadi halaman belakangnya, dimana aku biasa melihat kaca jendela kost-kostannya dan berharap siluetnya terbayang di temaram lampu belajarnya. Tidak lebih.Â
[Seminggu sebelum Lebaran Qurban tiba-tiba HP-ku menerima WA. Hanya ada satu foto, dua kalimat, dan satu permintaan, yaitu foto tatto huruf "L" mungil di mata kaki dan kalimat, "Itu sudah kuhapus sebelum berangkat. Do'akan ya. Aku sudah di depan Ka'bah"]Â