Mohon tunggu...
Divi Lintang
Divi Lintang Mohon Tunggu... Ilmuwan - Kerja

Yang membuatmu tersesat adalah nafsumu; dan yang membuatmu sadar adalah nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Izinkan Aku Menghapusnya

6 Agustus 2020   19:05 Diperbarui: 7 Agustus 2020   11:29 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lama sejak surat terakhirnya di ujung teteg Malioboro, Aning tak terdengar lagi kabarnya. WA, SMS, e-mail, dan message inbox via FB di malam hari yang diam pun gagal tersisipkan di lekuk nyanyian jangkrik. Dia yang unik,  berbinar tenggelam dalam gelap berita yang hilang; dan malam kembali nglangut seperti ujung-ujung batu candi sebelum bulan tua tersengal tanpa sebab. Ngungun... 

[Meski ada di group WA SMP dia selalu menghindar untuk mereply commentku. Seperti pesannya tiga tahun lalu melalui e-mail,  "Jauh di mata dekat di rasa". Sejak itu tak sekalipun aku mengiriminya pesan.  Sama sekali. Terlebih setelah aku putuskan keluar dari grup alumni] 

Namun di saat waktu bergulir landai, sebuah Spam message di daftar tunggu pesan tanpa sadar terbuka. E-mail tak dikenal yang mestinya otomatis terdelete. Hanya seminggu sebelum reuni ke-2 SMP. 

"Lin.... Ijinkan aku menghapusnya ya ?" 

Aku terdiam..  Ini siapa kok ujug-ujug menyapa "Lin". Nama panggilan lama dan terasa jau.....uuh, tapi tiba-tiba bergegas ingin kembali. Panggilan itu hanya satu orang yang tahu, karena nama Lintang hanyalah nama samaranku di kumpulan puisi ketika SMP.

"Kamu siapa ?" tanyaku memastikan. 

Dengan sengaja replay itu aku CC ke alamat e-mail lamanya, karena alamat baru terasa asing. Seperti biasa, dirinya adalah misteri yang beku. Biru yang redup di ujung pertanyaan-pertanyaan yang terjawab dengan sederhana.  Setelah hilang seminggu kemudian melalui e-mail dia menyapa

"Reuninya sukses ya ? Foto-fotonya banyak tuh di FB dan grup WA... Hii" 

Seruan "hii" kembali mengingatkanku pada bola mata itu. Pringisan cerdas yang lugas dan  kerjap bulu mata yang lentik.  Lalu bergegas kubuka beberapa foto galery FB dan tumpukan kenangan pudar teman-teman SMP.  Aku jawab, 

"He...he... kok nggak datang ? Banyak yang kangen lho"

"Kamu kangen nggak ?" tanyanya memojokkan. Ada yang lembut mengalir. Ada suara masa lalu yang kembali mengalun. Segera saja kualihkan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun