Bagi masyarakat Indonesia, korupsi merupakan permasalahan yang sangat serius dan telah mengakar di segala bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kerugian baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Perekonomian nasional mengalami kerugian materil, hilangnya moralitas dan semangat bangs Indonesia yang tidak kasat mata, yang pada akhirnya sulit untuk dipulihkan. Korupsi sudah ada di Indonesia sejak zaman raja-raja dan berlanjut hingga masa penjajahan Belanda.Â
Hal itu disampaikan Sejarawan UGM Suhartono pada Seminar Hasil Penelitian Intercluster Humanities, sekaligus menjelaskan bagaimana korupsi sudah mengakar di Indonesia sejak zaman feodal. Ia mengatakan, birokrasi tradisional yang muncul pada masa feodal merupakan tempat berkembang biaknya pemikiran korup.Â
Menurut Jurnal Ilmu Hukum Sui Generis P-ISSN: 2809-392 Volume 2 Nomor 4 Oktober 2022 Program Studi Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Ganesha 125, timeline korupsi di Indonesia dapat dikaitkan dengan struktur sosial yang ada Selain menunjukkan bahwa, baginya, belum ada perubahan signifikan dalam keberlanjutan sosial budaya, dan korupsi sudah berlangsung puluhan tahun.Â
Ia menegaskan, pendekatan permisif tanpa kendali atau pengawasan sudah lama dikaitkan dengan sikap koruptif di kalangan masyarakat Indonesia. Perkataan Theodore M. Smith yang dikutip James dan Moktar juga memberikan informasi tentang bagaimana korupsi terjadi di Indonesia. Ia menganalisis, sebagian besar kasus korupsi di Indonesia disebabkan oleh faktor budaya, politik, dan ekonomi.Â
Ia juga menegaskan, alasan utama mengapa korupsi masih merajalela di Indonesia adalah karena faktor sejarah yang ditentukan oleh feodalisme negara tersebut. Selain itu, faktor-faktor lain juga dipertimbangkan dalam analisis, yaitu faktor dampak negatif feodalisme dan budaya, faktor ekonomi terkait dengan rendahnya kekayaan, bentuk pemerintahan yang masih terpusat, dan sifat kotor politik untuk keuntungan pribadi.Â
Wertheim menganalisis faktor budaya berkontribusi terhadap meningkatnya korupsi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia sendiri. Dia mencontohkan hubungan keluarga dalam budaya negara sebagai penyebab korupsi. Ia juga menjelaskan bahwa kesetiaan terhadap kerabat seringkali lebih terlihat dibandingkan kesetiaan kepada masyarakat.Â
Oleh karena itu, orang-orang yang menduduki posisi strategis seringkali mengutamakan kekuasaannya sendiri dan menyalahgunakannya demi kepentingan orang yang dicintainya Dari penjelasan di atas terlihat bahwa korupsi merupakan fenomena yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu dan sangat sulit untuk diatasi.
Sebagaimana dijelaskan dalam majalah luar negeri Amiens R, korupsi sulit diberantas karena sudah menjadi kebiasaan atau "way of life". Korupsi pada dasarnya adalah suatu tindakan, biasanya demi keuntungan. Untuk mencapai keuntungan ini, cara-cara yang tidak bermoral seperti suap, pemerasan, dan bonus cenderung digunakan.Â
Acuannya mengacu pada UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini mencakup beberapa perbuatan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi, seperti:
A.Adanya kerugian negara
 b. Suap
 c. Pimpinan jabatanÂ
d. Penipuan
 f. Pengadaan barang dan jasa
 g Kepuasan JamÂ
h. Percobaan, konspirasi, dan penghasutan untuk melakukan tindak pidana korupsi
Tindakan korupsi di atas merupakan hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Berdasarkan statistik KPK, bentuk korupsi yang paling umum adalah suap. Korupsi pengadaan barang dan jasa menempati urutan kedua, dan penyalahgunaan anggaran menempati urutan ketiga. Daerah dengan tingkat korupsi tertinggi adalah pemerintah pusat, disusul Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.Â
Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri melaporkan jumlah kasus tertinggi berdasarkan lembaga yang paling korup, yakni lembaga/kementerian sebanyak 274 kasus, disusul lembaga legislatif/kota sebanyak 181 kasus, dan lembaga daerah sebanyak 99 kasus. . Organisasi korup terakhir adalah DPR/DPRD dengan 61 kasus.
Berdasarkan data KPK, profesi dan kegiatan korupsi terbanyak adalah orang yang menjalankan profesi dan tugas sipil sebanyak 184 kasus. Sebanyak 175 orang merupakan tenaga profesional Tingkat I/II/III.145 kasus melibatkan DPR/DPRD, profesi terkorup ketiga. Dari tahun 2004 hingga 2007, 17 juri berpartisipasi. Hal ini seolah ingin mengatakan bahwa korupsi bukanlah suatu perbuatan terlarang dan haram yang dapat berdampak pada diri sendiri maupun masyarakat secara keseluruhan.
 2.Berbagai Faktor Penyebab Korupsi Wiryawan
 (2016) menyatakan bahwa faktor penyebab korupsi banyak terjadi di Indonesia karena sebagian masyarakat percaya bahwa mereka bisa sukses jika menjadi kaya. Oleh karena itu, masyarakat menggunakan segala cara untuk memperoleh kekayaan, yang mengakibatkan kerugian negara dan bangsa akibat korupsi. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi.
 a. Faktor PribadiÂ
Manusia Penyebab utama terjadinya korupsi adalah akar dari keserakahan, dan jika sikap masyarakat bersifat materialistis dan bentuk pemerintahan masih hanya bergantung pada materi maka korupsi dan politik keuangan dapat diusung.Pada titik ini, banyak pejabat pemerintah yang cenderung melakukan korupsi. K
ekayaan diperoleh melalui korupsi, dan ketika keinginan untuk menjadi kaya tidak lagi terkendali, korupsi menjadi mudah dilakukan. Gaya hidup konsumeris tanpa penghasilan yang cukup dapat membuka peluang terjadinya korupsi untuk memenuhi tuntutan konsumeris.Â
Longan (2017) menyatakan bahwa orang yang melakukan korupsi karena keserakahan dan sikap materialistis harus ditindak tegas.Karena lemahnya keimanan dan akhlak, seseorang mudah tertarik pada pola hidup konsumeris, serakah, dan nafsu berlebihan terhadap kekayaan sehingga berujung pada korupsi
 b.Faktor Keluarga dan MasyarakatÂ
Dorongan untuk melakukan korupsi dapat datang dari orang lain atau dari masyarakat yang memberikan peluang untuk melakukan korupsi. Faktor eksternal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, perilaku koruptif dapat didorong oleh motivasi keluarga.
Menurut aliran perilaku, aspek sosial dan kemasyarakatan seringkali menjadi pendorong terbesar untuk melakukan perilaku tersebut. Memang, faktor keluarga seringkali memberikan perlindungan dibandingkan hukuman bagi keluarga yang menyalahgunakan wewenang khusus dalam kasus korupsi.
 Kedua, masyarakat termotivasi untuk melakukan korupsi karena masyarakat penuh dengan budaya, keyakinan, dan nilai-nilai yang korup (Rongan, 2017). Kebiasaan korup dapat berujung pada korupsi. Ketiga, kurangnya kesadaran masyarakat bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat itu sendiri.
 c.Faktor Ekonomi dan Politik
 Secara politik, kontrol sosial merupakan suatu proses yang perlu dilaksanakan agar tidak semua orang melakukan korupsi seperti yang diharapkan masyarakat (Rongan, 2017). Kontrol sosial ini dicapai oleh lembaga-lembaga negara yang terorganisir secara politik dan LSM yang menjalankan berbagai fungsi. Lemahnya kontrol sosial terhadap korupsi memungkinkan praktik korupsi menyebar tanpa terkendali di masyarakat (Rongan, 2017).
 d.Faktor OrganisasiÂ
Adanya budaya organisasi dapat menimbulkan terjadinya korupsi dan berdampak besar terhadap anggotanya. Oleh karena itu, jika budaya perusahaan sulit dikelola dengan baik, maka dapat menimbulkan kondisi yang tidak menguntungkan dalam organisasi. Aspek organisasi itu sendiri dapat berkontribusi terhadap korupsi. Pertama, supervisor dan manajer kurang memiliki perilaku yang patut diteladani.Â
Posisi kepemimpinan dalam suatu organisasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap bawahan. Oleh karena itu, jika ia gagal memberikan contoh yang baik kepada bawahannya terkait korupsi, besar kemungkinan mereka akan melakukan hal serupa. Dan yang kedua adalah kurangnya tanggung jawab organisasi
3.Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi (PAK)
 Pada dasarnya keberadaan PAK merupakan langkah menuju antikorupsi yang dimulai dari setiap individu khususnya mengamalkan nilai-nilai antikorupsi. Tanggung jawab untuk masa depan negara. PAK dapat dilihat sebagai cara yang sadar dan sistematis untuk membekali generasi muda dengan nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan korupsi.Â
PAK 2005, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Lithuania, menunjukkan bahwa tujuan utama pelatihan ini adalah untuk membuat siswa memahami bagaimana membedakan kejahatan korupsi dari kejahatan lainnya.Tujuan umum PAK adalah terbentuknya informasi tentang bentuk dan dimensi korupsi, perubahan perilaku dan konsep terkait korupsi, serta pengembangan keterampilan dan kapasitas pemberantasan korupsi.
Sekolah perlu mempertimbangkan berbagai aspek terkait pendidikan antikorupsi. Ini adalah tujuan yang ingin dicapai.Aspek-aspek tersebut adalah:
 a.Pengetahuan tentang korupsi Pengetahuan ini sangat diperlukan.
 Misalnya informasi mengenai praktik korupsi, seperti informasi yang dapat memandu generasi muda untuk membedakan dengan benar antara praktik korupsi dan kejahatan lainnya. Penyebab dan akibat korupsi termasuk ilmu yang wajib diwariskan. Kaum muda juga memiliki pendapat yang jelas mengapa korupsi dianggap sebagai perbuatan buruk untuk menghindari dan menganalisis sebab dan akibat korupsi di berbagai bidang kehidupan.
b. SM Kemajuan PAK Attitudinal juga dapat mengembangkan perilaku generasi muda, termasuk pengajaran karakter dan nilai-nilai. Sikap merupakan keinginan seseorang untuk mengevaluasi suatu objek berdasarkan perilaku yang diinformasikan secara emosional.
 c.Perubahan PerilakuÂ
Tidak mudah mengubah perilaku yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Perilaku ini berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan guru. Misalnya, menyontek saat ujian sekolah sering terjadi di kalangan siswa.
 d. Perspektif MoralÂ
Perbuatan yang baik/buruk secara moral dapat diketahui dari akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan itu mengganggu atau merugikan orang lain, dan perbuatan itu juga dapat diketahui dari niatnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI