Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan bobot pembelajaran ekopedagogi, dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis terhadap kerusakan lingkungan adalah menerapkan pendekatan historis. Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk membangun histo-ecopedagogy. Pertama, perubahan dari sisi materi ajar atau substansi atau narasi.
Ada dua model substansi materi yang dapat dikembangkan dalam mengintroduksikan histo-ecopedagogy. Model pertama adalah memberikan materi latar belakang historis terhadap setiap materi yang diberikan di dalam Pendidikan Lingkungan Hidup, yang barangkali kurikulumnya telah ditentukan oleh pemerintah melalui dinas atau kementerian terkait. Dengan penempatan materi historis pada setiap pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswa, diharapkan bisa menanamkan historical mindedness kepada para siswa.Â
Historical mindedness berkaitan dengan kesadaran waktu (dan ruang) bahwa apa yang terjadi sekarang merupakan produk dari masa lampau. Emikian juga apa yang dilakukan sekarang, berarti, akan menentukan wajah di masa yang akan datang. Dengan demikian kerusakan lingkungan yang sekarag terjadi merupakan hasil atau akibat dari kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Apa yang mereka lakukan bisa dinarasikan dan dianalisis, sehingga generasi sekarang dan yang akan datang bisa menambah pengalaman yang akan bermanfaat untuk mencegah terulangnya peristiwa buruk pada masa lampau. Harapannya, mereka dapat membangun masa depan dengan lebih baik. Dengan demikian penggambaran narasi sejarah merupakan bentuk pertanggungjawaban kekinian terhadap masa lampau masyarakat.
Model kedua adalah berupa buku-buku hasil penelitian sejarah lingkungan, dijadikan materi ajar dalam mata kuliah tentang lingkungan hidup. Bahkan di universitas tertentu Pendidikan Lingkungan Hidup dijadikan sebagai Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang wajib diambil oleh semua mahasiswa. Pemilihan materi atau substansi penelitian sejarah lingkungan hidup sebagai bagian dari histo-ecopedagogy sebetulnya tidak terlalu rigid. Unit studi dari histo-ecopedagogy adalah objek penelitian sejarah yang utamanya terkait dengan sejarah perusakan lingkungan hidup di suatu wilayah. Periode yang diambil bisa mencakup kurun tertentu ataupun mencakup periode yang panjang hingga masa kontemporer, ketika dampak perusakan lingkungan hidup tersebut masih bisa disaksikan secara langsung. Sebagai contoh adalah pembangunan real estate  mewah di pantai Semarang dan dampaknya terhadap problema rob di Semarang 1990 -- 2015. Sejarah tentang kebijakan Kota Semarang tentang fungsionalisasi sungai sejak zaman kolonial. Sejarah over fishing di Laut Jawa, sejarah marjinalisasi masyarakat garam di pantura Jawa, eksploitasi tambang batubara di Kalimantan Selatan, sejarah pengelolaan sampah di kota seribu sungai, sedimentasi pelabuhan sebagai dampak perusakan hutan di pedalaman, industri kapal dan perdagangan kayu, dan sebagainya.Â
Pendek kata pemilihan tema penelitian histo-ecopedagogy diarahkan kepada tema-tema yang secara langsung memberikan pengetahuan dan merangsang sikap, serta perilaku yang kritis dan gejala perusakan lingkungan hidup serta memberi inspirasi kepada mereka, untuk bersikap cinta lingkungan hidup dan anti terhadap segala tindakan perusakan lingkungan hidup, serta mampu mendorong mereka untuk melakukan gerakan penyelamatan lingkungan hidup.
Selain sejarah kerusakan lingkungan, objek studi histo-ecopedagogy juga diarahkan kepada fenomena tentang sejarah Taman Laut Nasional Karimunjawa, sejarah wisata laut Raja Ampat dan lain-lain. Tema-tema tersebut diharapkan dapat memberi inspirasi kepada mahasiswa, bahwa pelestarian dan pengembangan potensi alam dapat memberikan banyak manfaat unutk kehidupan bersama. Jadi bagi histo-ecopedagogy, semua peristiwa sejarah (yang dipandang baik maupun buruk) dapat dijadikan sebagai objek kajian dan semuanya bisa memberikan manfaat aktual dan futural bagi kehidupan bersama. Ia dapat memberikan kesadaran tentang eksploitasi, penindasan, ketidakadilan, penghancuran, dominasi struktur, kemiskinan, dan sebagainya dalam konteks perusakan atau sebaliknya pelestarian lingkungan hidup.
Perspektif yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran histo-ecopedagogy adalah perspektif yang berbasis pada paradigm teori kritis, yaitu bahwa tugas ilmu sosial tidak hanya sekedar menjelaskan fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Â Dalam hal ini pembelajaran sejarah, termasuk histo-ecopedagogy, dapat difungsikan sebagai gerakan pembebasan. Dalam hal ini pembelajaran sejarah tidak hanya sekedar berfungsi sebagai suatu transfer pengetahuan, pelipur lara, pengisi waktu luang, pemenuh curiousity, alat indoktrinasi, mempertahankan idenstitas, dan sebagainya. Akan tetapi juga mampu membangkitkan kesadaran terhadap masalah aktual yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia: kemiskinan, ketergantungan, ketidakadilan, penindasan, dan sebagainya. Kesadaran aktual itu pada gilirannya akan mendorong semangat masyarakat untuk melakukan langkah perbaikan yang bersifat futural demi mencapai cita-cita bersama sebagai komunitas bangsa, yaitu masyarakat yang makmur, berkeadilan, mandiri, bebas dari penindasan, berdasarkan Pancasila.
Pembelajaran sejarah sebagai sebuah gerakan pembebasan sebetulnya sudah disinyalkan oleh para filsuf terkenal mengenai pentingnya belajar sejarah sebagai upaya untuk memahami masa kini dan msa depan dalam rangka utnuk melakukan perubahan. Filsuf Collingwood pernh menyatakan: "knowing yourself means knowing what you can do; and since nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done" (memahami diri anda sendiri berarti memahami apa yang dapat anda kerjakan; dan oleh karena tidak seorang pun tahu apa yang dapat ia kerjakan hingga ia mencobanya, maka satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang dapat ia kerjakan adalah apa yang telah dikerjakan oleh orang).
Dengan demikian, jika sebuah bangsa ingin tahu apa yang sebaiknya dikerjakan saat ini dan yang akan datang secara optimal, maka bangsa itu harus belajar dari apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya. Artinya, mereka harus belajar para pendahulunya.
Dengan pembelajaran sejarah, generasi muda orang tidak akan melakukan kesalahan yang sama sebagaimana pepatah mengatakan bahwa: "a donkey does not twice hurt itself  on the same stone" (seekor keledai tidak akan tersandung dua kali pada batu yang sama). Bahkan juga di dalam agama Islam, Allah Swt. memerintahkan orang Islam untuk belajar dari masa lampau dengan ungkapan seperti: Aroaytalladzii.... (adakah tidak melihat kamu sekalian...). Artinya orang Islam diperintah untuk melihat, bagaimana akibat jika orang mendustakan agama dengan cara menghardik anak yatim, tidak membantu orang miskin dan sebagainya (Al Qur'an Surat Al Maa'un: 1). Dalam banyak ayat Allah SWT, telah memerintahkan kepada manusia untuk belajar dari peristiwa lampau yang memberi pelajaran bagaimana orang yang berbuat aniaya akan memperoleh balasan yang setimpal.