Barangkali banyak orang yang menyamakan persis antara pendidikan lingkungan hidup dengan ekopedagogi atau ecopedagogy diterjemahkan begitu saja menjadi pendidikan lingkungan hidup. Inilah yang sekiranya menjadi sumber paling mendasar mengenai kegagalan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia. Dampaknya nyata 'di dalam mata', yaitu bencana asap yang membuat mata kita menjadi perih dan napas menjadi sesak, hutan yang makin rusak, eksploitasi tambang yang habis-habisan dan merusak lingkungan, lahan pertanian yang semakin menyempit, dan penguasaan sektor ekonomi strategis oleh perusahaan-perusahaan kapitalistik dan sebagainya yang membuat orang menjadi pesimis dan skeptis terhadap masa depan.
Dalam konteks ini, kita perlu mengembalikan "Pendidikan Lingkungan Hidup" kepada Eco-pedagogy sebagai sarana menciptakan kesadaran kritis, bagi generasi muda terhadap kehancuran lingkungan hidup. Dengan kesadaran itu, mereka terdorong untuk melakukan gerakan melawan anasir-anasir yang melakukan perusakan lingkungan. Oleh karena itu perlu sedikit mengingat genealogi ecopedagogy dalam konteks paradigma teori kritis.
 Salah satu paradigma penelitian di dalam ilmu-ilmu sosial adalah paradigma teori kritis. Secara umum paradigma teori kritis dalam ilmu sosial dapat didefinisikan sebagai suatu proses kritis untuk mendorong penyadaran orang agar memiliki kemampuan untuk "menghadapi" kondisi struktural yang mendominasi, menekan bahkan mengeksploitasi. Untuk itu, pendekatan teori kritis tampak jelas mempunyai komitmen yang tinggi pada terbangunnya tata kehidupan sosial yang setara (equal), berkeadilan dalam arti terbebas (misi pembebasan) dari suatu sistem yang  mendominasi/diskriminatif, represif dan eksploitatif. Hal ini didasarkan pada pemikiran, bahwa ilmu sosial mestinya tidak hanya sekedar memberi pemahaman atas ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan dan distribusi resources, serta distribusi kesempatan tetapi seharusnya berusaha untuk ikut membantu menciptakan kesetaraan dan kemajuan (emansipasi) dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain itu, paradigma teori kritis tampaknya juga memiliki keterikatan moral untuk mengkritik status quo dan membangun kehidupan sosial masyarakat yang lebih berkeadilan  Hal ini juga sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Jean Paul Sartre bahwa: "...the duty of the intellectual is to denounce injustices and abuses of power, and to fight for truth, justice, progress, and other universal values..."
Sementara itu muncul dan berkembangnya ecopedagogy merupakan ekspansi pengaruh pradigma teori kritis terhadap dunia ilmu pendidikan khususnya, yang terkait dengan pendidikan lingkungan hidup yang merupakan isu yang sangat strategis dalam konteks pembangunan. Pedagogi kritis ini dipelopori oleh Paulo Freire. Menurut Freire, misi ecopedagogy adalah untuk mengembangkan apresiasi yang kuat bagi potensi kolektif untuk menjadi manusia dan untuk mendorong keadilan sosial di seluruh dunia. Gerakan pendidikan lingkungan hidup kritis ini merupakan bagian dari visi politik ekologi, yang berorientasi pada masa depan yang secara radikal menentang globalisasi ideologi seperti neoliberalisme dan imperialisme. Selain itu gerakan ecopedagogy juga berusaha untuk mengembangkan ecoliteracy kritis (melek lingkungan).
Sebagai bentuk teori kritis pendidikan, ecopedagogy melakukan kritik terhadap praktik pendidikan lingkungan hidup dalam konteks apa yang disebut sebagai pembangunan berkelanjutan. embangunan model tersebut, sejatinya merupakan bentuk hegemoni wacana pendidikan lingkungan yang telah dibuat oleh lembaga negara, yang berusaha seolah-olah telah mengembangkan pendidikan lingkungan dalam rangka mengurangi krisis ekologi global. Padahal sesungguhnya pendidikan lingkungan semacam itu menjadi alat bagi kapitalisme untuk melakukan dominasi ekonomi, yang pada gilirannya akan merusak lingkungan hidup. Para penganjur ecopedagogy mengkritik pendidikan lingkungan hidup yang konvensional, yang mereduksi pendidikan lingkungan menjadi kegiatan pendidikan untuk mencari pengalaman belajar tertentu, dan menjadi pendidikan luar kelas (outdoor) yang memberikan kesenangan namun dilakukan dengan cara yang tidak kritis terhadap persoalan lingkungan.
Dengan demikian jika ecopedagogy diterjemahkan secara literer menjadi Pendidikan Lingkungan Hidup, tanpa disertai dengan paradigma kritis dalam pembelajarannya, maka Pendidikan Lingkungan Hidup hanya akan menjadi subjek yang diterima hanya pada ranah kognitif saja atau paling banter pada sikap untuk memahami sistem yang telah ada, sehingga siswa bisa menyesuaikan diri dengan suasana kapitalistik yang destruktif terhadap lingkungan. Subjek Pendidikan Lingkungan Hidup tidak mampu membangkitkan kesadaran kritis terhadap lingkungan hidup, untuk selanjutnya melawan setiap upaya perusakan terhadap lingkungan hidup.Â
Sebenarnya pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup tidak hanya berusaha memahami lingkungan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sudah terkooptasi  oleh kekuatan kapitalisme, tetapi lebih dari itu. Pendidikan Lingkungan Hidup harus mampu membangkitkan kesadaran aktual terhadap lingkungan hidup untuk selanjutnya melawan setiap upaya perusakan lingkungan hidup. Siswa harus dibangkitkan kesadaran aktualnya, terhadap lingkungan yang ada atau yang sedang mengalami proses kehancuran.Serta dengan bekal kesadaran itu, para siswa tergugah bangkit untuk mengubah dan memperbaiki lingkungan, serta rela berjuang untuk melawan pihak-pihak yang merusak lingkungan.
Pembaharuan terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup agar kembali menjadi ecopedagogy yang sejati, perlu dilakukan dalam beberapa aspek baik metode, model, dan pendekatan dalam proses pembelajaran dan lebih kritis dan persuasif, serta transformatif maupun dari aspek materi pembelajaran. Dari sisi materi pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup harus mampu menyajikan fakta-fakta aktual lingkungan mengenai kerusakan lingkungan hidup.Â
Dalam hal ini kajian komparatif antara 'das sollen' dan 'das sein', yaitu antara kondisi ideal lingkungan dan kondisi riil yang ada sekarang ini. Dengan demikian peserta didik betul-betul memahami dan menyadari tentang kerusakan lingkungan hidup yang sedang dialami. Dengan materi ajar itu, mereka menjadi bersemangat untuk melakukan perubahan dan perbaikan lingkungan pada masa yang akan datang.
Histo-Ecopedagogy