Kasus: Konflik dalam Kelompok Tugas
Salah satu contoh nyata yang sering terjadi di kalangan mahasiswa adalah konflik dalam kelompok tugas. Bayangkan sebuah kelompok yang sedang menyelesaikan proyek besar.
Salah satu anggotanya memutuskan untuk tidak hadir dalam pertemuan dengan alasan "ingin me-time" atau "fokus pada self-healing." Meskipun alasan tersebut dapat dimengerti, anggota kelompok lainnya mungkin merasa terbebani karena harus menanggung pekerjaan tambahan.
Dalam situasi seperti ini, penting untuk mengevaluasi apakah tindakan tersebut benar-benar self-love atau sekadar alasan untuk menghindari tanggung jawab.
Jika seseorang menggunakan self-love untuk membenarkan perilaku yang merugikan orang lain, maka hal itu lebih mendekati egoisme daripada self-love.
Batas Antara Self-Love dan Egoisme
Batas antara self-love dan egoisme terletak pada dampaknya terhadap orang lain. Self-love yang sehat adalah ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhan dirinya tanpa mengabaikan tanggung jawab sosial atau melukai perasaan orang lain. Sebaliknya, egoisme cenderung mengabaikan kepentingan bersama demi kepuasan pribadi.
Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang memahami pentingnya self-love akan tetap menyelesaikan tanggung jawab akademiknya sambil menjaga keseimbangan dengan waktu istirahat. Mereka mungkin tidak selalu bisa hadir dalam semua kegiatan, tetapi mereka akan berusaha memberikan kontribusi sesuai kemampuan.
Sebaliknya, egoisme ditunjukkan oleh mereka yang memilih untuk tidak peduli terhadap dampak keputusan mereka terhadap kelompok atau komunitas.
Mengapa Penting Memahami Batas Ini?
Pentingnya memahami batas antara self-love dan egoisme bukan hanya soal menjaga hubungan sosial, tetapi juga soal membangun karakter.