Mohon tunggu...
Linda Puspita
Linda Puspita Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Migran

Be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dewi Ayu

12 Januari 2020   22:10 Diperbarui: 12 Januari 2020   22:31 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang jalan, mata Roni dimanjakan dengan keunikan bangunan yang khas. Dodi pun tidak berhenti bercerita tentang kota kelahirannya. Meskipun sudah 10 tahun tinggal di Jakarta, dia tidak melupakan kampung halaman. Ada rasa bangga dari nada suaranya, melepas rindu yang lama terpendam.

"Ron, kamu tahu enggak, di dekat perempatan antara Jalan Malioboro ini dengan Jalan Hargo Mulyo, jalan Pajeksan, dan Jalan Suryatmajan itu ada kampung Cina. Namanya Kampung Ketandan," ujar Dodi antusias.

"Iya, tah. Kok, bisa ada kampung Cina gitu?"

"Ya, bisalah. Aku lupa gimana sejarahnya, hehehe, tapi yang jelas penduduk Cina sudah tinggal di sana sejak 200 tahun yang lalu, kata nenekku sih, gitu, Ron,"

Roni hanya bisa mengangguk tanda percaya. Berbagai cerita dia dengar dan nikmati. Sampai tidak terasa mereka sampai di rumah sederhana bercat coklat. Sejumlah bunga mawar, bunga kertas, bunga sepatu dan kantil di pojok rumah, tumbuh subur di halaman.

Baru saja memasuki halaman, aroma bunga kantil begitu kuat menyengat hidung. Lantunan tembang jawa samar-samar terdengar dari dalam rumah. Roni terus mengekor di belakang Dodi.

Seorang wanita dengan kerut di wajahnya, keluar dari balik pintu, setelah Dodi mengucap salam yang ketiga.

"Eh, ini temen yang kamu ceritakan waktu itu, to, Le?" tanya Nenek Sugi.

"Iya, Mbah. Dia itu pengin membuat tulisan soal penari. Makanya aku bawa ke sini."

"Oh, sini-sini masuk, Le. Maaf ya, tempatnya berantakan," ujar Nenek Sugi mempersilakan keduanya.

Roni mengangguk seraya tersenyum. Sementara Dodi merangkul pundaknya supaya Roni tidak sungkan. Sesampai di dalam, mata Roni langsung terpaku ke sosok di dalam foto yang tergantung di tembok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun