Kamu geming, aku bahagia. Tertawa penuh kemenangan. Ternyata itu hanya sesaat. Kamu beringsut, sisir diletakkan begitu saja. Kamu justru ambil foto itu.
"Aku masih anakmu yang dulu, Pak, Bu."
Kata-kata itu lagi. Benar-benar buat aku bosan. Untung tidak lama, kamu bergegas menunggangi motor matic merah hadiah dari orang di foto itu. Aku lega. Kegairahanku tidak jadi luntur. Waktu untuk bersenang-senang sudah di depan mata.
Tepat seperti dugaanku. Kamu itu tampan. Lihat! Baru saja helm dibuka, para wanita di parkiran sudah melempar senyum genitnya. Sengaja memamerkan gerakan tubuh saat berjalan. Malam ini aku dan kamu akan bersenang-senang.
"Ayo masuk! Jangan dengarkan dia!"
"Apa ini salah, kenapa hatiku gelisah?"
"Lupakan dulu hatimu! Apa kamu tidak ingin menikmati masa mudamu?"
"Hei, tobatlah! Sejatinya dia itu ada padaku, bukan kamu."
"Diam! Apa yang dia lakukan itu karena perintahku. Aku yang proses semua yang dia inginkan."
"Dasar otak bodoh. Otak mesum!"
Aku tak lagi peduli ucapannya. Aku berhasil. Kamu menghela napas, mendorong bisikan hatimu  jauh di dasar sana.