Mohon tunggu...
Lince Ritonga
Lince Ritonga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Horass...\r\n\r\nAnak Medan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bukan Rupiah

20 November 2015   15:51 Diperbarui: 20 November 2015   16:06 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apa yang ada dipikiranmu ismad? ”kekecewaan ibunya terhadap keputusannya. “ Aku akan pergi jauh dari kota ini”, “Pergi, kamu tak punya hati nak, kamu tak punya hati”meneteskan air mata. “ Kepergian ayahmu seakan tergantikan karena perubahanmu yang dulu, tapi sekarang seakan ibu tak punya siapa-siapa lagi” tangisan itu semakin menjadi-jadi.

 “ Apa yang ibu takutkan jika aku tak ada, Ibu tinggal menikmati, apa saja ibu bisa dapatkan, apa saja ibu” tak sadar itu hanya pernyataan bodoh menurut ibunya, hingga tangan ibunya membuat pipi Ismad memerah.

 “ Lakukan apa maumu” meninggalkan Ismad diruang tamu.

 “ Apa yang telah kamu lakukan”, “maksudmu apa”, “Aku telah bertemu dua hari yang lalu dengan ibumu”Andi menatap dengan kekecewaan juga atas keputusannya.

 “ Aku sudah kehilangan semuanya, aku harus pergi”, “ Apa kamu pikir dengan itu semua mampu mengobati luka dihatimu”menepuk dada sahabatnya itu.

 “Saya tidak tahu, saya juga merasa bersalah kepada Ibu” Ismad seperti kehilangan arah.

 “Jika aku pergi, tolong perhatikan ibu, aku akan mengalihkan semua arisan Ayah atas namamu”Andi menertawakan pernyataan Ismad.

“ Kamu memang punya segalanya, tapi telah membutakan hatimu mad”, “ ini keputusanku” kebimbangan yang mengambang diraut wajah yang mulai tak terurus.

 Kehati-hatian ismad mulai hilang, sehingga maut itu menjemputnya. Ia mengalami kecelakaan selepas pertemuaannya dengan Andi. Setengah sadar melihat tubuhnya tak berdaya, hanya ada ibu dan wanita berhijab ungu disampingnya. Menerima bahkan masih tetap setia, dengan fisik yang tak sempurna lagi.

 “Karena bukan rupiah” sebut jelita sambil menyuapi Ismad dengan beberapa potongan buah apel, Ismad terdiam menyadari betapa bodohnya dirinya.

 “ Sama halnya dengan Cinta ini, sama halnya dengan cinta Mas sama kak Nisa, Cinta ibu kepada mas, apa bisa ditebus dengan rupiah, apa bisa ditebus dengan minuman?”Menatap mata ismad dengan penuh ketulusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun