Mohon tunggu...
Lince Ritonga
Lince Ritonga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Horass...\r\n\r\nAnak Medan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bukan Rupiah

20 November 2015   15:51 Diperbarui: 20 November 2015   16:06 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Apa uang belanja kurang atau biaya yang kita kirim kekampung kurang banyak?” dengan nada setengah oktap, Ismad tak memikirkan apa yang telah keluar dari mulutnya.

“Mas..”Suasana hati Jelita memanas meski tak diperdulikan. Perlahan air mata itu jatuh, sebenarnya ismad tak kuat melihat wanita itu menangis.“ Katakanlah, apa yang kurang”membelakangi wanita yang tengah menghadap kepadanya. Didalam hati jelita hanya ada kata ceraikan aku, tapi otak kanannya membujuk agar menyelesaikannya dengan baik-baik. Seketika hening, niatnya tak lagi disampaikan, ia diam dan mengambil sebuah bantal dan tidur diluar kamar. Ismad menarik nafas panjang “ apa yang telah kulakukan”berharap Jelita kembali dan menjelaskan apa yang dia maksud.

“Kami baik-baik saja ibu, zahra juga. In sha allah minggu depan kami kerumah” ismad menguping pembicaraan Jelita yang sedang telponan bersama ibunya. Mata hatinya seperti melihat Nisa istrinya. Sebenarnya bibit cinta itu telah tumbuh, tapi Ismad selalu menghalangi hatinya.

“ Ini ATM’ku, Kamu bisa mengambil berapa yang kamu suka, dan tolong tambahi kiriman kekampungmu”menyodorkan ATM berwarna silver kepada Jelita, tiba-tiba raut wajah wanita itu memerah, Hp ditangannya jatuh. Ismad terkejut dengan ekspresinya, “Kenapa..?”tak sadar telah melukai hati wanita yang telah menghabiskan waktu hanya untuk mengabdi terhadap seorang suami yang tak layak disebut sebagai suaminya.

Jelita tak menjawab sedikitpun, sementara Zahra melihat kejadian itu. Dalam perjalan Zahra tak berani berbicara sama abinya. Tapi tampak wajahnya mulai redup. “ Sudah sampai sayang?” putrinya seperti tertidur dan tak ada gerak sedikitpun.

“Za...Za... Za, jangan tinggalkan abi” Pria tubuh tinggi dengan tak berdaya setelah putrinya disemayamkan tempat terakhirnya. Ibunya memeluk Ismad dengan erat.

“Kita mulai dari nol lagi mas”desis perempuan itu memecah keheningan malam. “Kalau saja aku mau jujur” sahut Ismad kepada Jelita tanpa ada kesan melihat ketulusan wanita muda itu “ Sebenarnya aku tidak pernah mencintaimu” sejenak itu diam. “ Aku hanya menuruti kata putriku, maafkan aku”.

“Setiap orang punya hak untuk melawan atau memberi ruang untuk perasaannya. Aku cuma mau nanya satu hal sama mas, apakah mas yakin dengan perasaan mas?”mencoba menarik ulur hati pria kemeja biru itu.

“Aku tidak tahu seyakin apa aku dengan perasaanku, dari pada aku hanya bisa menyakitimu, lebih baik kita cerai” keputusan terbaik menurut Ismad.

 “Aku akan berdoa untuk kebaikanmu mas” Perasaan hancur meratapi nasipnya, merasakan kekecewaan seakan dunia tak ada artinya lagi. “ Aku tak mengerti dengan cinta ini” ungkap hatinya yang rapuh.

 “ Aku akan mengurus perceraian kita secepatnya” semakin meremuk-remuk hati Jelita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun