Tok! Tok! Satpam kos mengetuk pintuku. Wajahnya datar namun dipenuhi gurat ketakutan. Ia berusaha menyadarkan aku bahwa kos sudah menjadi ramai sejak tadi pagi. "Marini ditemukan meninggal di kamarnya."
Aku membelalakkan mata. Tubuhku bergetar.
Marini meninggal dengan tenang. Meski ditemukan tak bernyawa di kamar yang berantakan namun ia mengenakan gaun mewah dan riasan yang cantik. Ia memegang seikat bunga seruni putih dan amplop surat, surat yang ia cari tadi malam bersamaku.
Aku tidak dapat menganggapnya suatu candaan lagi. Apa yang Marini ceritakan semalam ternyata bukan cerita yang mengada-ada melainkan kisah sungguhan yang Marini ceritakan secara jujur. Ia memeluk foto anaknya yang telah beranjak remaja. Dan isi surat itu membuatku merasa berdosa. Surat itu memberitahu Marini jika anaknya telah meninggal dunia dua hari yang lalu.
Kusentuh Marini. Aku meminta maaf semalam telah menjadi manusia yang keliru.
"Maafkan aku, Marini."
Aku menangis melihat bantal kecil berbentuk bola telah dikemas sedemikian rupa oleh Marini.
Sumber gambar: https://twitter.com/maykandydufka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H