Mohon tunggu...
Lina M
Lina M Mohon Tunggu... Lainnya - Wisteria

There's gonna be another mountain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Lelah Hidup Terlalu Lama, Gelisah Hidup Terlalu Pendek

8 Maret 2020   14:36 Diperbarui: 8 Maret 2020   18:48 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pixabay.com/wfranz

"Aku baru mengenalmu hari ini. Namun aku sudah memiliki banyak hal yang ingin kukatakan padamu," kata Kendra. "Kita sama-sama makhluk tidak lazim di dunia ini, jadi aku merasa memiliki teman."

"Kita tidak dapat berbuat banyak tentang diri kita yang sebenarnya, Kendra. Kalimantan lambat laun akan seperti kota ini." Cokro mendesah. "Memang semakin banyak manusia masuk hutan sebagai makananku tetapi aku semakin tidak aman." Ia kembali mengubah diri, lidahnya menjulur di sekitar wajah Kendra.

"Hentikan! Ini menjijikkan, Cokro."

Cokro kembali menjadi manusia. Ia tertawa terkekeh namun sebentar kemudian raut wajahnya berubah. Menangis. Laki-laki gagah dan tampan itu menangis terduduk. Tangisnya menyayat hati iris sembilu, serupa dengan Kendra ketika bertemu Tuhan. "Sudahlah." Kendra memeluk Cokro agar menjadi lebih tenang.

Cokro bergeming. Ia tetap duduk dengan tatapan kosong ke arah langit timur. Pandangan matanya seakan menggugat semesta bahwa kehidupan terlalu fana. Ingin mengatakan lelah sudah hidup terlalu lama, akan tetapi gelisah dengan hidup yang terlalu pendek.

Lelah dengan hidup yang terlalu lama
Gelisah dengan hidup yang terlalu pendek

Kendra mendesah. Ia membenarkan kalimat Cokro sepenuhnya. Keduanya kini duduk berdampingan serta menikmati diri mereka kembali ke wujud aslinya. Cokro merayap di tanah, mendesis. Sedangkan Kendra duduk menikmati pemandangan malam. Tongkatnya diketukkan ke tanah berbatu sambil bersenandung lirih.

Tiba-tiba Cokro menangis ketika menatap pegunungan curam di depannya. Ia yang awalnya merayap pelan kini menggelepar seperti terkena api. Kendra menarik tangan Cokro agar berdiri. Lelaki perlente itu kini belepotan tanah.

"Aku takut dengan kematian, Kendra. Mengapa setiap yang bernyawa memiliki ketakutan dengan kematian? Mengapa hal itu juga terjadi pada makhluk sepertiku? Aku tidak berhak rasa takut itu."

Kendra tidak menanggapi karena memang tidak ada kalimat penghibur untuk Cokro.

Cokro terus menangisi hidupnya yang sudah pasti akan berakhir setelah kematian nanti. Tidak ada kesempatan baginya untuk bereinkarnasi atau memiliki kehidupan lagi. Inilah kehidupan Cokro untuk terakhir kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun