Kendra selalu menghindari orang indigo. Jika mereka melihat sosoknya pasti akan mengatakan jika ia makhluk tidak lazim. Kendra memang memiliki aura yang berbeda dan bunga wisteria bergelantungan di sekujur tubuhnya. Kendra tidak pernah mau menanggapi kekepoan anak indigo. Baginya manusia semacam itu sangat menyebalkan.
"Kendra, kamu jadi pindah tempat kerja nih?" tanya Aura sambil memakan cake greentea pandan di hadapan Kendra yang sangat membenci baunya. Beberapa kali Kendra mengoleskan parfum kayu manis ke bawah hidung untuk meredam bau greentea.
"Tentu saja." Kendra menjawab dengan mantap.
Aura menyimpulkan bibir. "Aku tahu kamu mudah mendapatkan pekerjaan, Ken. You're beautiful and smart."
Kendra tertawa terbahak-bahak dalam hati. Cantik? Lewat pantulan kaca di depannya Kendra dapat melihat bayangan asli dirinya berupa perempuan cantik 24 tahun yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi perempuan usia 3000 tahun, bungkuk, bertongkat kayu gaharu, berambut kemerahan, keriput dan bergigi runcing.
"Cokro." Seorang laki-laki usia dua puluhan akhir mengulurkan tangan, tersenyum. Ia yang menerima Kendra untuk bekerja di perusahaan. Tadi pagi HRD sempat bingung dengan kehadiran Kendra yang langsung bertemu dengan Cokro. Kendra mengangguk. Ia menerima jabat tangan Cokro yang dingin.
Cokro tersenyum setelah Kendra keluar dari ruangan. Sedangkan Kendra tidak menaruh banyak perhatian pada Cokro yang sejatinya adalah ular yang tinggal di Kalimantan.
Meski demikian Cokro harus bersyukur sudah dikemas pada manusia yang cakap, tampan dan tinggi. Terlihat dari name tag rupanya ia adalah petinggi di perusahaan. Setidaknya sisik lembab dan lidah panjangnya tidak terlihat secara kasat mata.
"Aku sudah mengamatimu cukup lama." Cokro membuka obrolan malam itu. "Wangimu tercium sampai daratan Kalimantan."
Kendra tersenyum simpul. Sebenarnya ia sudah tahu keberadaan Cokro. Bagaimana tidak, ular sepanjang 150 meter akan mudah terlihat darimanapun. Lucu sekali jika membandingkan apa yang dilihat Kendra sebagai seorang purba abadi dengan Kendra sebagai manusia biasa.
Orang biasa melihat Cokro adalah pemuda gagah, tampan, cerdas, berwibawa dengan kumis samar yang menggoda. Sedangkan di mata Kendra, Cokro adalah ular tua yang berjalan lambat, setiap kali menjalar serpihan tanah berjatuhan dari sisik yang di dalamnya terdapat banyak rumah cacing.