Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 12]

13 Januari 2019   08:39 Diperbarui: 13 Januari 2019   08:43 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 - Bagian 11 

Setelah selesai makan bersama, Pak Elang pun membantu Akil dan Raisya untuk membersihkan tempat tersebut.

"Kenapa dibersihkan? Biarkan saja, nanti juga mengering kok sampah-sampah ini," kata Raisya dengan polosnya.

"Raisya, kami datang tempat ini masih bersih. Dan saat kami hendak pergi, tempat ini pun harus bersih," jawab Pak Elang dengan lembut pula.

"Ih, Paman Elang baik ya! Tidak seperti yang mereka katakan!" kata Raisya kemudian.

Pak Elang tersenyum tipis sambil mengusap kening Raisya. Raisya sudah biasa, tidak deg-degan maupun tegang lagi.

Kemudian Pak Elang pun mempersilahkan Akil untuk naik di atas punggungnya. Lalu Raisya akan dipegang Pak Elang dengan kedua kakinya, karena Raisya takut jika dicengkram.

"Paman, kotak daun jati ini tidak akan tumpah isinya kan?" tanya Raisya sebelum Pak Elang terbang.

"Tidak, Raisya!" jawab Pak Elang singkat dan kemudian mulai mengepakkan sayapnya untuk terbang.

"Paman, rumahku di dekat batu besar itu. Tapi aku masih ingin terbang tinggi bersamamu, Paman," kata Raisya saat melihat rumahnya dari atas.

"Baiklah Raisya! Tapi orang tuamu sepertinya sudah cemas melihat kamu terbang bersamaku!"

"Biarkan, Paman! Nanti aku akan menceritakan ini semua kepada mereka. Aku akan bilang, jika padang ilalang sangat indah dipandang dari atas. Sungainya panjang seperti ular," kata Raisya dengan senyum sumringah.

Setelah hampir setengah jam terbang, Pak Elang pun mendarat tepat di depan rumah Raisya. Dari luar nampak ada kegaduhan karena cemas di dalam rumah Raisya. Pak Elang hanya tersenyum. Kemudian saling melambaikan tangan bersama Raisya.

"Paman, kapan-kapan kita terbang lagi ya! Yang lebih jauh! Hati-hati Paman. Aku akan selalu merindukanmu!" kata Raisya kepada Pak Elang.

"Raisya, aku juga akan selalu merindukanmu!" kata Akil kemudian.

"Akil, lain kali kita membuat kerajinan tangan yang lain ya," kata Raisya lagi.

"Iya, Raisya! Kamu jangan takut lagi dengan burung elang ya! Paman Elang itu baik!" kata Akil dengan suara keras.

"Iya, Akil. Aku akan menceritakan kepada mereka jika burung elang itu baik!" balas Raisya dengan tangan melambai tanda perpisahan.

Pak Elang lalu membawa Akil terbang ke desa Bukit Permai. Sangat indah jika dipandang dari ketinggian. Hamparan sawah yang hijau, gundukan batu yang tinggi, dan bukit kecil yang ada danaunya membuat Akil terkagum.

Lalu, tiba-tiba Akil melihat ayah dan ibunya sedang berjalan bersama dengan ketujuh teman Akil yang dulu bermain petak umpet dengan Akil. Akil menduga, mereka sedang mencari Akil. Akil lalu bersembunyi di punggung Pak Elang, supaya tidak kelihatan dari bawah sana. Tetapi Akil sambil mengintip, meyakinkan jika ayah dan ibunya baik-baik saja.

"Akil, lihatlah di bawah! Ada sekumpulan kelinci sedang berjalan. Apakah kamu mengenal mereka?" tanya Pak Elang yang melihat sekumpulan kelinci berjalan.

"Aku tidak kenal, Paman. Dan aku juga tidak tahu daerah sini," Akil berbohong kepada Pak Elang, karena Akil belum ingin berpisah dengan Noya.

Akil menyaksikan ayah dan ibunya serta teman-temannya sedang bernyanyi riang. Setelah menyanyi, mereka nampak berhenti. Lalu duduk, sambil tangan menengadah seperti sedang berdoa. Akil yakin mereka sedang berdoa.

"Paman, ayo kita pulang saja ke rumah Noya. Hari sudah sore. Besok kita lanjutkan lagi pencarian orang tuaku," kata Akil setelah memastikan ayah dan ibunya baik-baik saja.

"Baiklah, Akil!" kata Pak Elang yang tidak mengetahui jika Akil sudah membohonginya.

Dalam hati Akil tidak tenang, karena sudah berbohong. Tetapi sungguh, Akil belum mau berpisah dengan Noya. Masih banyak yang Akil rencanakan untuk Noya, anak kelinci betina manja yang cengeng. Dan juga Akil ingin belajar membuat bolu wortel, yang orang tua Akil tidak bisa membuatnya. Akil ingin membuat kejutan ayah dan ibunya dengan bolu wortel buatannya. Sungguh, Akil masih menginginkan semua itu.

"Akil, kita istirahat dulu di tepi sungai perbatasan padang ilalang. Paman sangat haus!" kata Pak Elang yang memecah lamunan Akil.

"Baiklah, Paman! Apakah Paman juga lapar?" tanya Akil kemudian.

"Tidak! Apakah kamu lapar, Akil?" Pak Elang pun balik bertanya kepada Akil.

"Tidak, Paman. Ya sudah, kita minum saja, lalu istirahat sebentar dan pulang ke rumah Noya!"

Pak Elang pun akhirnya mendarat di tepi sungai perbatasan padang ilalang. Kemudian Akil turun dan mengikuti Pak Elang ke tepian sungai yang dangkal. Akil mulai bisa mengerti mana bagian sungai yang tidak berbahaya.

Mata Akil tiba-tiba terbelalak karena melihat seekor ular besar terjepit diantara batu sungai. Ular tersebut meminta tolong kepada Akil, dengan suara yang pelan supaya tidak didengar oleh elang.

"Anak kelinci, tolonglah aku! Angkatlah salah satu batu yang menghimpit tubuhku!" pinta ular betina tersebut dengan sangat pelan.

Akil lalu mendekat, dan mengamati kedua batu besar yang menghimpit tubuh ular tersebut.

"Bibi, ini sangat besar. Aku tidak akan kuat mengangkatnya sendiri. Tunggu ya Bibi, aku akan memanggil Paman Elang untuk membantu membebaskan Bibi ular dari himpitan batu besar ini!" kata Akil kemudian.

"Ssstttt...! Jangan panggil burung elang itu. Pasti elang itu akan memangsaku nanti. Anak-anakku masih kecil. Dan masih membutuhkanku!" kata ular betina dewasa tersebut kepada Akil.

"Bibi, jangan takut. Paman Elang itu baik! Paman Elang tidak sejahat yang Bibi kira," kata Akil yang membela Pak Elang.

"Kamu belum mengerti ya, jika ular itu makanan elang?" lanjut ular betina dewasa kemudian.

Tanpa Akil sadari, ternyata Pak Elang sudah di belakang Akil dan mendengar percakapan Akil dengan ular betina dewasa tersebut. Pak Elang merasa bangga dengan pembelaan Akil.

"Akil, minggirlah! Aku akan mengangkat kedua batu itu!" kata Pak Elang kepada Akil.

Akil lalu mundur beberapa langkah. Ular betina dewasa itu nampak diam sambil menutup mata, tanda ketakutan. Dan Akil melihat Pak Elang mengangkat kedua batu besar yang menghimpit tubuh ular betina dewasa tersebut satu per satu. Nampak berat sepertinya. Namun, Akil percaya jika Pak Elang bisa melakukannya sendiri.

"Terimakasih Tuan Elang, terimakasih Tuan Elang!" kata ular betina dewasa tersebut kepada Pak Elang setelah lepas dari himpitan kedua batu besar.

"Bangunlah. Jangan bersimpuh seperti itu di depanku. Bersimpulah hanya kepada Tuhan. Cepat pulang sana! Anak-anakmu sudah menanti di rumah!" kata Pak Elang penuh bijak, sehingga ular betina dewasa tersebut semakin segan.

"Maafkan aku Pak Elang! Aku sudah berprasangka buruk kepadamu," kata ular betina dewasa kemudian.

"Tidak mengapa. Ya sudah, hati-hati di jalan!" kata Pak Elang sembari meninggalkan ular betina dewasa tersebut dan menuju tepian sungai untuk istirahat sejenak.

Bersambung... 
Ditulis oleh Lina WH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun