Akil menyaksikan ayah dan ibunya serta teman-temannya sedang bernyanyi riang. Setelah menyanyi, mereka nampak berhenti. Lalu duduk, sambil tangan menengadah seperti sedang berdoa. Akil yakin mereka sedang berdoa.
"Paman, ayo kita pulang saja ke rumah Noya. Hari sudah sore. Besok kita lanjutkan lagi pencarian orang tuaku," kata Akil setelah memastikan ayah dan ibunya baik-baik saja.
"Baiklah, Akil!" kata Pak Elang yang tidak mengetahui jika Akil sudah membohonginya.
Dalam hati Akil tidak tenang, karena sudah berbohong. Tetapi sungguh, Akil belum mau berpisah dengan Noya. Masih banyak yang Akil rencanakan untuk Noya, anak kelinci betina manja yang cengeng. Dan juga Akil ingin belajar membuat bolu wortel, yang orang tua Akil tidak bisa membuatnya. Akil ingin membuat kejutan ayah dan ibunya dengan bolu wortel buatannya. Sungguh, Akil masih menginginkan semua itu.
"Akil, kita istirahat dulu di tepi sungai perbatasan padang ilalang. Paman sangat haus!" kata Pak Elang yang memecah lamunan Akil.
"Baiklah, Paman! Apakah Paman juga lapar?" tanya Akil kemudian.
"Tidak! Apakah kamu lapar, Akil?" Pak Elang pun balik bertanya kepada Akil.
"Tidak, Paman. Ya sudah, kita minum saja, lalu istirahat sebentar dan pulang ke rumah Noya!"
Pak Elang pun akhirnya mendarat di tepi sungai perbatasan padang ilalang. Kemudian Akil turun dan mengikuti Pak Elang ke tepian sungai yang dangkal. Akil mulai bisa mengerti mana bagian sungai yang tidak berbahaya.
Mata Akil tiba-tiba terbelalak karena melihat seekor ular besar terjepit diantara batu sungai. Ular tersebut meminta tolong kepada Akil, dengan suara yang pelan supaya tidak didengar oleh elang.
"Anak kelinci, tolonglah aku! Angkatlah salah satu batu yang menghimpit tubuhku!" pinta ular betina tersebut dengan sangat pelan.