"Biarkan, Paman! Nanti aku akan menceritakan ini semua kepada mereka. Aku akan bilang, jika padang ilalang sangat indah dipandang dari atas. Sungainya panjang seperti ular," kata Raisya dengan senyum sumringah.
Setelah hampir setengah jam terbang, Pak Elang pun mendarat tepat di depan rumah Raisya. Dari luar nampak ada kegaduhan karena cemas di dalam rumah Raisya. Pak Elang hanya tersenyum. Kemudian saling melambaikan tangan bersama Raisya.
"Paman, kapan-kapan kita terbang lagi ya! Yang lebih jauh! Hati-hati Paman. Aku akan selalu merindukanmu!" kata Raisya kepada Pak Elang.
"Raisya, aku juga akan selalu merindukanmu!" kata Akil kemudian.
"Akil, lain kali kita membuat kerajinan tangan yang lain ya," kata Raisya lagi.
"Iya, Raisya! Kamu jangan takut lagi dengan burung elang ya! Paman Elang itu baik!" kata Akil dengan suara keras.
"Iya, Akil. Aku akan menceritakan kepada mereka jika burung elang itu baik!" balas Raisya dengan tangan melambai tanda perpisahan.
Pak Elang lalu membawa Akil terbang ke desa Bukit Permai. Sangat indah jika dipandang dari ketinggian. Hamparan sawah yang hijau, gundukan batu yang tinggi, dan bukit kecil yang ada danaunya membuat Akil terkagum.
Lalu, tiba-tiba Akil melihat ayah dan ibunya sedang berjalan bersama dengan ketujuh teman Akil yang dulu bermain petak umpet dengan Akil. Akil menduga, mereka sedang mencari Akil. Akil lalu bersembunyi di punggung Pak Elang, supaya tidak kelihatan dari bawah sana. Tetapi Akil sambil mengintip, meyakinkan jika ayah dan ibunya baik-baik saja.
"Akil, lihatlah di bawah! Ada sekumpulan kelinci sedang berjalan. Apakah kamu mengenal mereka?" tanya Pak Elang yang melihat sekumpulan kelinci berjalan.
"Aku tidak kenal, Paman. Dan aku juga tidak tahu daerah sini," Akil berbohong kepada Pak Elang, karena Akil belum ingin berpisah dengan Noya.