"Kenapa Akil memukul Noya?" tanya Ibu Noya yang ingin tahu alasan Akil memukul Noya.
"Karena Noya bilang aku anak hilang," jawab Akil dengan jujur.
"Lain kali, ingatkan Noya saja ya. Jangan dipukul. Tuhan menciptakan tangan kita, untuk digunakan sebaik-baiknya. Nanti bagaimana kalau Tuhan mengambil tangan kita? Sedih kan?"
Akil hanya mengangguk sambil menunduk. Akil menahan sedih. Sedih karena jauh dari orang tuanya dan orang tuanya tidak tahu Akil ada di mana. Lalu, tiba-tiba Akil menangis tersedu-sedu. Ibu Noya dan Noya membiarkan Akil menangis, tetapi tetap menemani Akil sambil memeluk Akil.
Sementara Ayah Noya minta izin untuk keluar sebentar, menemui Pak Elang yang rumahnya di pucuk pohon waru tertinggi. Ayah Noya hendak meminta bantuan Pak Elang, yang biasa berpetualang ke hutan yang jauh.
"Pak Elang! Pak Elang!" teriak Ayah Noya dari bawah pohon waru, tepat depan rumahnya.
Namun, tidak ada jawaban dari atas sana. Ayah Noya berusaha mengulang panggilan beberapa kali, namun hasilnya tetap nihil. Kemudian Ayah Noya memutuskan untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Dan sesaat sebelum membuka pintu, Ayah Noya dikagetkan dengan panggilan Kiree si kelelawar remaja yang gesit dan lincah.
"Kiree, kamu mengagetkan aku," kata Ayah Noya kepada Kiree.
"Tadi aku dengar Paman panggil Paman Elang. Ada apa, Paman?" tanya Kiree dengan penasaran.
"Oh, tidak ada apa-apa. Mungkin Pak Elang sudah tidur. Biar saja, bisa besok pagi."
"Sepertinya belum tidur jam segini. Boleh aku panggilkan?" kata Kiree yang menawarkan bantuan.