Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 3]

3 Januari 2019   11:45 Diperbarui: 3 Januari 2019   11:54 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1 

Bagian 2 

Menjelang malam, Akil dan Noya saling berantem. Hanya masalah sepele dan bisa diatasi oleh Ayah dan Ibu Noya. Mungkin karena Akil sangat sedih, tidak bisa pulang. Jadi lebih sensitif dan agresif saat diganggu Noya.

"Ibu! Akil pukul aku lagi," teriak Noya sambil menangis.

Ibu Noya lalu mendekati mereka. Memeluk Noya, sambil memegang lembut tangan Akil. Akil merasa bersalah, tetapi tidak mau minta maaf.

"Akil, kamu kenapa?" tanya Ibu Noya saat melihat muka Akil yang hampir menangis.

"Akil pukul aku, Ibu. Akil nakal," teriak Noya kembali.

"Noya yang nakal. Noya bilang aku anak hilang," sahut Akil dengan tangis yang ditahan, membuat mukanya menjadi kelihatan lucu.

Ibu Noya lalu mendudukkan Akil dan Noya bersebelahan. Lalu menasehati mereka dengan penuh kasih sayang.

"Noya, tidak boleh berkata seperti itu ya. Akil sedang sedih. Kita harus membantu untuk menemukan keluarganya. Tidak boleh mengolok-olok Akil lagi ya, Nak," kata Ibu Noya dengan lembut.

"Akil memukulku," jawab Noya membela diri.

"Kenapa Akil memukul Noya?" tanya Ibu Noya yang ingin tahu alasan Akil memukul Noya.

"Karena Noya bilang aku anak hilang," jawab Akil dengan jujur.

"Lain kali, ingatkan Noya saja ya. Jangan dipukul. Tuhan menciptakan tangan kita, untuk digunakan sebaik-baiknya. Nanti bagaimana kalau Tuhan mengambil tangan kita? Sedih kan?"

Akil hanya mengangguk sambil menunduk. Akil menahan sedih. Sedih karena jauh dari orang tuanya dan orang tuanya tidak tahu Akil ada di mana. Lalu, tiba-tiba Akil menangis tersedu-sedu. Ibu Noya dan Noya membiarkan Akil menangis, tetapi tetap menemani Akil sambil memeluk Akil.

Sementara Ayah Noya minta izin untuk keluar sebentar, menemui Pak Elang yang rumahnya di pucuk pohon waru tertinggi. Ayah Noya hendak meminta bantuan Pak Elang, yang biasa berpetualang ke hutan yang jauh.

"Pak Elang! Pak Elang!" teriak Ayah Noya dari bawah pohon waru, tepat depan rumahnya.

Namun, tidak ada jawaban dari atas sana. Ayah Noya berusaha mengulang panggilan beberapa kali, namun hasilnya tetap nihil. Kemudian Ayah Noya memutuskan untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Dan sesaat sebelum membuka pintu, Ayah Noya dikagetkan dengan panggilan Kiree si kelelawar remaja yang gesit dan lincah.

"Kiree, kamu mengagetkan aku," kata Ayah Noya kepada Kiree.

"Tadi aku dengar Paman panggil Paman Elang. Ada apa, Paman?" tanya Kiree dengan penasaran.

"Oh, tidak ada apa-apa. Mungkin Pak Elang sudah tidur. Biar saja, bisa besok pagi."

"Sepertinya belum tidur jam segini. Boleh aku panggilkan?" kata Kiree yang menawarkan bantuan.

"Baiklah, kalau kamu tidak lelah. Tapi kalau kamu lelah, sebaiknya tidak usah."

"Aku tidak lelah, Paman. Aku baru bangun tidur," jawab Kiree sambil terbang tinggi menuju pucuk pohon waru tempat Paman Elang tinggal.

Lalu Ayah Noya duduk di bangku bambu yang ada di depan rumahnya. Sementara di dalam rumah, suara tangisan Akil sudah tidak terdengar lagi.

Beberapa menit kemudian, Kiree datang dengan mengagetkan lagi. Sudah kebiasaan Kiree, senang jika bisa membuat kaget lawan bicaranya.

"Kiree! Aku sudah paham itu kamu," kata Ayah Noya yang tidak mau terlalu menunjukkan bahwa dia kaget.

"Paman Elang sebentar lagi datang ke sini. Paman tunggu saja ya. Aku mau langsung mencari buah masak kesukaanku," kata Kiree sambil berlalu meninggalkan Ayah Noya.

"Hati-hati Kiree. Semoga kamu mendapatkan buah masak kesukaanmu itu," kata Ayah Noya saat Kiree mulai berlalu meninggalkannya.

Tidak selang lama, Pak Elang datang dengan pendaratan yang sempurna tepat di depan ayah Noya duduk. Pendaratan yang sangat bagus, tidak menimbulkan suara maupun kibasan angin oleh sayap besarnya. Ayah Noya pun menyambutnya dengan bersuka cita.

"Selamat datang, Pak Elang!" sapa Ayah Noya yang memulai perbincangan dengan Pak Elang.

"Apa kabar, Pak?" tanya Pak Elang kepada Ayah Noya.

"Kabar baik. Oh iya, saya mengundang Pak Elang ke sini karena saya hendak meminta bantuan kepada Pak Elang. Saya harap, Pak Elang bisa membantu kami," lanjut Ayah Noya kemudian.

"Apa itu? Jika saya sanggup, saya pasti mau."

"Begini, Pak Elang. Tadi sore kami menemukan seekor anak kinci jantan yang tersesat. Anak tersebut tidak tahu alamat tinggalnya. Dan anak tersebut hanya cerita, saat bermain petak umpet dan melalui padang ilalang luas. Hanya padang ilalang luas yang diingat. Barangkali Pak Elang mengetahui daerah yang dimaksud?" Ayah Noya pun memulai mengungkapkan maksud kepada Pak Elang.

Pak Elang terdiam sejenak, dan menghela nafas panjang. Seolah-olah sambil mengingat nama-nama daerah yang berada di seberang padang ilalang luas.

"Di seberang padang ilalang, setahu saya ada banyak desa. Antara lain Bukit Permai, Lembah Hijau dan juga Meadow Green," jelas Pak Elang.

"Jika besok Pak Elang tidak keberatan, saya mohon dengan sangat. Supaya Pak Elang bisa menyelidiki atau mencari tahu siapa yang kehilangan anak di tiga desa tersebut. Saya kasihan terhadap Akil si anak kelinci jantan tersebut. Dari tadi kelihatan sedih dan sering menangis. Noya anakku juga ikutan rewel. Kasihan juga orang tua Akil, pasti juga kebingungan mencari Akil," kata Ayah Noya penuh harap.

"Baiklah. Aku akan membantu mencari tahu mulai besok pagi. Malam ini, manjakan saja si anak kelinci tersebut. Supaya tidak sedih dan merasa disayang. Kalau begitu, saya pamit dulu Pak," kata Pak Elang yang menyanggupi permintaan Ayah Noya.

"Baiklah dan terimakasih sebelumnya," Ayah Noya pun saling berjabat tangan dengan Pak Elang.

Ayah Noya sangat senang, dan selalu optomis jika besok pasti Akil akan segera bertemu dengan keluarganya.

Bersambung... 


Ditulis oleh Lina WH 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun