Jakarta, Lintasrakyat.
Sakit atau kematian ada hal yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Setiap manusia mempunyai cara-cara tersendiri dalam upaya menanggulangi kekhawatiranya akan resiko-resiko masalah kesehatan.Â
Sejak lama, banyak perusahaan-perusaahan pembiayaan swasta mencoba menampung kekhawatiran masyarakat akan kesehatan dengan membuat layanan asuransi dalam bidang kesehatan. Prudential, Allianz, Avrist, Sinarmas, AXA, Manulife, Bumiputera, dan masih banyak lagi. Bahkan negara juga memiliki beberapa perusahaan asuransi seperti JIWASRAYA, JASINDO dan TASPEN.Â
ASKES, barangkali jenis asuransi yang paling akrab ditelinga golongan anak-anak pegawai negeri. Mau atau tidak mau, selalu akan ada potongan bagi pegawai negeri untuk ASKES. Karena sudah kadung jadi peserta ASKES, jika sakit dan mau berobat murah, puskesmas menjadi alternatif kami untuk mendapatkan fasilitas kesehatan.
Awal dekade tahun 2000-an, saat pembangunan pabrik-pabrik gencar di wilayah Bekasi, Tambun, Cikarang hingga Karawang. Ribuan bahkan puluhan ribu karyawan pabrik merupakan prospek menarik bagi perusahaan jasa pembiayaan massal. Muncul HMO insurance menawarkan jasa pembiayaan kesehatan di sekitaran daerah tersebut. Saya pikir, itu adalah perusahaan asuransi milik grup RS. MITRA KELUARGA.Â
Saya melihat peluang bagus melihat karyawan dalam jumlah ribuan hingga puluhan ribu ini. Mereka punya gaji, mereka punya koperasi, mereka punya keluarga dan mereka butuh kesehatan.Â
Sebagai contoh saja, PT. MATTEL Indonesia. Perusahaan boneka ini memiliki karyawan lebih dari 10.000 orang. Potongan Rp. 30.000,- berarti pemasukan Rp. 300 juta setiap bulan. Membangun klinik kecil sebagai pusat rujukan di lokasi pabrik, penyediaan tenaga dokter umum, perawat, obat-obatan, kerjasama dengan rumah-rumah sakit lain sebagai rujukan.
Dengan pola manajemen yang baik, perusahaan pembiayaan kesehatan seperti ini sudah mampu membiayai kesehatan dengan menyediakan layanan kesehatan yang baik, penyediaan lapangan pekerjaan kesehatan serta ikut menaikkan standar jaminan perusahaan.
Keuntungannya, pasti lumayan....
[caption caption="Kartu BPJS. kabarduasatu.com 02 Maret 2015"][/caption]
Lalu, bagaimana dengan BPJS?
Bila benar data peserta BPJS adalah 168 juta peserta dengan iuran Rp. 36.000,- per bulan per peserta, maka jumlah dana terkumpul adalah Rp. 6,048 trilyun. Atau Rp. 72,576 trilyun setiap tahun.Â
Berarti tanpa pengalihan subsidi BBM, sudah ada dana tetap sedemikian untuk meng"cover" masalah kesehatan rakyat Indonesia. Bukan dari hasil kekayaan alam, tapi dari keringat masing-masing peserta.
input keterangan:
Selain itu, Fahmi menambahkan pula masih ada ketimpangan antara iuran dan klaim layanan kesehatan. Iuran untuk tahun ini masih Rp 36 ribu per kepala per bulan. Bisa lihat juga disiniÂ
Jika menurut berita, akan ada tambahan 6 juta peserta baru lagi, maka akan ada tambahan omset sebesar Rp. 216 milyar perbulan atau Rp. 2,592 trilyun per tahun.
Jika mengelola 300 juta perbulan saja, sudah dapat mendapatkan keuntungan yang baik bagi para pengelola maupun perusahaan, lalu bagaimana dengan negara?
Pendanaan BPJS berasal dari dana patungan peserta untuk membiayai peserta-peserta yang sakit, memakai fasilitas dan atas nama pemerintah. Tentunya memiliki konsekwensi pertanggung-jawaban yang transparan kepada masyarakat.
Karena mengatas-namakan kebijakan pemerintah, lalu memakai puskesmas, RSUD dan rumah sakit yang memakai anggaran pembangunan menggunakan APBD/APBN, maka BPJS bukanlah sebuah pemberian jaminan kesehatan dari pemerintah.
Uang BPJS berasal dari keringat para peserta, maka BPJS wajib membuat laporan keuangan secara terbuka kepada para peserta.
BPJS wajib membuat laporan keuangan, jumlah pemasukan dari iuran, jumlah penagihan dari setiap pintu-pintu pelayanan kesehatan, lalu cashflow hingga terlihat jumlah untung ruginya.
Tidak perlu buat keluhan bangkrut, bangkrut dan bangkrut lalu menaikkan iuran.
Masyarakat punya hak untuk tau, masyarakat punya hak untuk menentukan besaran iuran yang wajar karena mengatas namakan program pemerintah.Â
Bila pemerintah mengingat UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara wajib memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka BPJS seperti ini layak atau tidak?
Bila sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba, apakah perlu ada istilah rugi dalam perusahaan nirlaba?
Menjadi bagian dari pemerintah tidak mudah. Tapi lebih tidak mudah lagi bila mengingat bahwa pemerintah adalah pemegang amanah alinea ke-empat pembukaan UUD 1945:
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Herlina Butar-Butar)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H